728x90 AdSpace

  • Info Terbaru

    Wednesday, 6 May 2015

    Membumikan Masalah Kependudukan


    Menurut Koentjaraningrat suatu masyarakat dibentuk oleh berbagai macam unsur, diantaranya adalah unsur psikokultural yaitu berupa nilai, sistem kepercayaan (agama), ethos, pandangan hidup, pola pikir minda (mind) dan sebagainya. Semuanya ini tertanam dalam bentuk kebiasaan (budaya) dalam masyarakat tertentuProgram KB (Keluarga Berencana) pada beberapa tataran masyarakat lokal seringkali dirasakan belum ‘menyentuh’ pada tingkat kesadaran. Terutama,lapisan masyarakat yang berada pada daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (gal,cil,tas). Hal ini, didasarkan karena pemahaman bahwa pada daerah-daerah tersebut, merupakan ‘kantong-kantong’Unmet Need, Di sana banyak dari masyarakat yang ingin ber-KB, namun belum terlayani  karena dipengaruhi berbagai macam faktor, baik sosial, buyaya dan agama. Di Sumatera Barat, jika dibandingkan berdasarkan SDKI 2007 dengan 2012 angka Unmet Need mengalami kenaikan, yaitu 9,10 % menjadi 11,8 %.

    Aplikasinya, untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai keberhasilan program KBmembutuhkan strategi dan pendekatan khusus. Pertama, dari pihak pengelola program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) perlu adanya motivasi, keinginanan, peningkatan kapasitas dan kerjasama antar berbagai macam pihak atau mitra yang sesuai dengan konteks lokal, apalagi di era disentrlisasi. Kedua, secara kelembagaan mesti memiliki ‘bergaining posision’ untuk mengembalikan pola kerja yang satu dekade ini ‘tertidur’ yaitu Mekanisme Operasional (Mekop) Program KB, seperti pertemuan staf, rapat teknis, pertemuan lintas instansi hingga rapat kordinasi yang dilakukan secara berjenjang dan secara politis melalui pengerakan dan advokasi kepada stake holder pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan akan adanya sinergisitas yang saling mendukung terhadap pelaksanaan program KB.  

    Disadari, apabila belum munculnya kesadaran bersama untuk peduli akan pentingnya pengaturan jumlah penduduk dan manfaat yang ditimbulkan dalam ber-KB pada masyarakat,  maka hal demikian akan memberikan kontribusi kuat untuk semakin tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indoensia. Indonesia yang sekarang ini telah mencapai pertumbuhan yang luar biasa dirasakan. Jika laju pertambahan penduduk yang rata-rata 3,5 juta-4 juta per tahun tidak segera ditekan, diprediksi pada 2045 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 450 juta jiwa. Dengan asumsi populasi bumi 9 miliar jiwa pada saat itu, berarti 1 dari 20  penduduk dunia adalah orang Indonesia. Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dari 1,49% saat ini menuju angka ideal 0,5% masihjauh panggang dari api.

    Pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi itu pun belum disertai dengan peningkatan kualitas. Itu terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masih tercecer di peringkat 108 dari 169 negara. Di ASEAN, Indonesia berada di peringkat 6 dari 10 negara, atau lebih rendah daripada Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. 

    Dengan pertumbuhan penduduk yang besar
    , maka juga tentunya akan berpengaruh besar terhadap ketersediaan bahan pangan. Misalnya, saat ini Badan Ketahanan Pangan Nasional menyebut 27,5% penduduk Indonesia terkena rawan pangan. Dengan rata-rata konsumsi beras per kapita di Indonesia,sekitar 130 kilogram dan jumlah penduduk 237,6 juta jiwa, saat ini dibutuhkan sedikitnya 34 juta ton beras per tahun. Padahal, produksi beras dalam negeri sekitar 38 juta ton sehingga hanya surplus 4 juta ton beras atau kurang untuk kebutuhan dua bulan. Jika tingkat kegagalan panen meluas dan produksi terpangkas, kebutuhan pangan pun pasti tidak tercukupi. Dengan demikian  Indonesia akan menjadi negara pengimpor beras nomor satu di dunia.

         
    Tiga tahun lalu (2012), Indonesia dikatakan surplus berasnamun juga masih mengimpor beras, walaupun dengan menyebutkan sebagai alternatif (http://www.tempo.co/read/news/2012/11/11/090441092). Oleh Karena itu, menurut hemat penulis perlunya kesadaran bersama baik dari berbagai elemen pemerintahan untuk bekerjasama dalam mengatasi pertumbuhan penduduk baik dalam kebijakan program maupun penyamaan isu bersama terhadap bahaya laten ledakan penduduk, begitupun dengan penting adanya strategi penyuksesan program KKBPK secara ‘membumi’. Misalnya, adanya perubahan pola yang dilakukan oleh pengelola Program KKBPK yang tidak hanya ‘di belakang meja’, melainkan juga secara berkelanjutan untuk tirun ke lapangan, melakukan pemetaan hingga pendampingan. Dengan harapan akan dapat mengubah cara pikir, cara pandang yang mungkin saja awalnya masyarkattidak mengetahui, memahami akan pentingnya program KB, sadar akan peduli maslaha kependudukan, sehingga dapat memberikan pemahaman yang mendasar dan dipahami secara substansial olehmasyarakat. Implementasinya, juga diharapkan masyarakat memiliki kesadaran ber-KB dalam kehidupan rumah tangganya. Jika tidak apakah, prediksi Thomas Malthus akan terbukti, yaitu akan munculnya malapetaka kelaparan? (bkkbn)

     Oleh : Lismomon Nata
    (Widyaiswara Muda Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat)
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Membumikan Masalah Kependudukan Rating: 5 Reviewed By: Unknown

    Galeri Aktivitas Saya 2013 - 2015