728x90 AdSpace

  • Info Terbaru

    Wednesday 11 June 2014

    KKB Kencana: Apa dan Bagaimana? ( II )

    Berbagi Peran dalam Pembangunan KKB


    Peserta baru program keluarga berencana (KB) terus bertambah. Menariknya, jumlah penduduk terus meroket. Seabrek kegiatan atau gelontoran duit tak lantas menunjukkan keberhasilan program KKB bisa dilihat kasat mata. Ikhtiar baru diluncurkan, KKB Kencana namanya.
    Apa kabar program KB atau sekarang menjadi kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di Indonesia? Apa yang dimaksud dengan KKB Kencana? Apa bedanya dengan KKB itu sendiri? Mengapa perlu ada KKB Kencana? Dan, banyak pertanyaan lainnya.  Pertanyaan-pertanyaan itu pula yang kerap mengemuka dalam sejumlah kesempatan. Beberapa di antaranya bertanya dengan nada penuh penasaran. Sebagian lagi sinis. Di antara mereka yang bertanya itu terdapat kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KB. Juga seorang kepala bidang yang lagi-lagi membidangi program KB.
    Mari sejenak menengok masa lalu ketika program KB diperkenalkan. Lalu, bandingkan dengan saat ini. Bandingkan pula dengan 15 tahunan lalu. Jawabannya jelas. Indonesia mencapai kesuksesan secara dramatis dalam program KKB. Total fertility rate (TFR) yang pada dekade masih bertengger pada angka 5.6, kini turun dramatis hingga 2.6 secara nasional dan 2.5 untuk Jawa Barat. Jumlah kesertaan KB dari semula hanya 5 persen, kini sukses pada angka 57 persen untuk nasional dan 60,3 persen untuk Jawa Barat. Diakui atau tidak, sukses besar tersebut merupakan buah dari komitmen kuat pemerintah dalam menjalankan program KB dan ditopang pertumbuhan ekonomi.
    Hasil moncer tersebut kini tinggal cerita. Perubahan politik dan pergeseran paradigma pembangunan dari sentralisasi ke desentralisasi berdampak buruk bagi program KB. Program yang sempat melambungkan nama Indonesia di pentas dunia tersebut kini mengalami stagnasi, atau bahkan terpuruk. (Baca: Kambing Hitam Bernama Reformasi)
    Tak mau tinggal diam, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan serangkaian studi dengan melibatkan sejumlah kalangan. Salah satunya berupa analisis situasi (AS) di 15 kabupaten dan kota di Indonesia. Hasilnya sangat nyata: inisiatif program yang berakar dari daerah untuk menjawab tuntutan masyarakat lokal kurang dapat diakomodasi secara memadai. Struktur kelembagaan di sebagian besar daerah belum jelas dan berdampak pada lemahnya kinerja pengelola program di kabupaten dan kota. Padahal, program KKB mendapat tantangan baru dengan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) per 1 Januari 2014.
    “KKB Kencana merupakan sebuah inisiatif baru untuk merevitalisasi program KKB. Inisiatif ini diharapkan mampu mengembangkan dan mendorong pelaksana program KKB di kabupaten dan kota untuk memahami dan meningkatkan komitmennya terhadap program KKB. KKB Kencana bertujuan menghasilkan model manajemen pelayanan KKB secara komprehensif dan terintegrasi dengan stake holders lainnya,” papar Siti Fathonah, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat.
    Fathonah menjelaskan, pengembangan model ditempuh melalui empat tahap. Tahap pertama pada 2013 berupa penyiapan sistem dan institusi  yang dilanjutkan dengan penguatan program di tahap kedua pada 2014. Pada 2015, model pendekatan akan direplikasi hingga tahun keempat (2016) dengan tujuan akhir membawa KB sebagai kebutuhan dan gaya hidup.
    Revitalisasi, sambung dia, menjadi penting karena realitas di lapangan menunjukkan pencapaian peserta baru (PB) tidak memberikan kontribusi terhadap peserta aktif (PA). PB juga tidak memberikan dampak signifikan terhadap unmet need yang semua diharapkan hanya tersisa 5 persen pada 2014. Setelah ditelisik, ternyata pemicunya terletak pada komposisi peserta KB yang didominasi kontrasepsi jangka pendek dengan tingkat putus-pakai tinggi.
    Buku Rencana Tindak Program KKB Kencana yang diterbitkan BKKBN menyebutkan, tingginya putus-pakai alat atau obat kontrasepsi dipicu beberapa hal. Sebut saja misalnya lemahnya pembinaan dan pemberian kontrasepsi ulangan, sistem rujukan dan distribusi kontrasepsi belum berjalanan sebagaimana mestinya, dan terbatasnya tenaga kompeten dalam memberikan pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
    “Tentu semua permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan sendiri oleh BKKBN. Kerja sama dan komitmen politis dari pemerintah daerah sangat diperlukan karena komitmen politis di tingkat pusat tidak akan banyak artinya manakala tidak diikuti dukungan pemerintah daerah. Hasil analisis situasi oleh BKKBN dan UNFPA menunjukkan lemahnya kemampuan tenaga dan kerangka kerja merupakan kendala terbesar untuk menciptakan efektivitas pelaksanaan program KKB di kabupaten dan kota,” Fathonah menjelaskan.
    Melalui model KKB Kencana, BKKBN merupaya menggunakan sumber daya tingkat nasional untuk mengembangkan atau revitalisasi kapasitas kabupaten dan kota dalam melaksanakan berbagai kegiatan prioritas nasional. Salah satunya menjawab kebutuhan daerah akan tenaga KB yang menguasai bidang tugasnya. Karena itu, KKB Kencana mengatur kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota.

    Kerangka Pikir Holistik

    Jawaban atas sejumlah pertanyaan di awal belum tuntas. Untuk memahami apa dan bagaimana “mahluk” KKB Kencana, alangkah baiknya mencermati kerangka pikir inisiatif baru revitalisasi program KKB tersebut. Mengacu kepada dokumen rencana tindak, kerangka model KKB Kencana merupakan refleksi dari pemahaman holistik dari komponen dan dinamika sistem kesehatan, termasuk akses dan kualitas pelayanan KB. Model ini bisa diaplikasikan pada program di tingkat nasional, regional, dan kabupaten atau kota.
    “Pada kerangka pikir ini dapat dilihat bahwa kualitas interaksi klien-provider merupakan inti dari model KKB Kencana. Hal ini merupakan kunci penting dalam pemberian pelayanan. Interaksi berkualitas dapat terjadi apabila terdapat klien yang berpengatahuan dan mandiri serta didukung provider pelayanan yang berada pada tempat pelayanan secara tepat,” jelas Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Jawa Barat Rakhmat Mulkan belum lama ini.
    Interaksi klien dan provider berkualitas, papar Rakhmat, dapat dicapai dengan memfungsikan secara baik program supply side dan demand side melalui dukungan kebijakan dan linkungan program. Ada tiga komponen penyokong utama model KKB Kencana ini, yakni supply side, demand side, dan advocacy & program management. Model ini diadaptasi dari The ACQUIRE Project’s Program. (Ilustrasi kerangka pikir bisa dilihat dalam infografik)
    Rakhmat menjelaskan, komponen supply berupa penguatan subsistem pemberian pelayanan-pelatihan, supervisi, logistik, dan rujukan. Ini akan meningkatkan jumlah dan ketersediaan tenaga pelayanan KB yang terampil, berpengetahuan baik, termotivasi, dan terdukung secara memadai.
    “Pada saat tenaga pelayanan ini terintegrasi dalam sistem kesehatan dan tersebar di tempat pelayanan yang memiliki infrastruktur, komoditas, suplai, dan perlengkapan yang kuat, maka ini akan mampu memberikan konseling dan pelayanan klinis berkualitas. Tentu, subsistem lain seperti manajemen informasi, administrasi, dan finansial juga harus berfungsi dengan baik,” jelas Rakhmat.
    Pada sisi demand, peningkatan pengetahuan dan akseptabilitas serta partisipasi pemangku kepentingan menjadi kata kunci. Informasi yang dapat dimengerti masyarakat diyakini mampu mengisi kesenjangan pengetahuan dan mengoreksi kesalahan mengenai motode pemakaian kontrasepsi, baik peserta aktif maupun mereka yang belum terlayani (unmet need). Informasi disediakan melalui berbagai saluran, baik interpersonal, masyarakat, maupun media massa.
    Informasi akurat diharapkan mampu meningkatkan citra positif pelayanan yang pada akhirnya mampu mendongkrak partisipasi masyarakat. Seiring dengan keterlibatan masyarakat dalam mendefinisikan KB sebagai kebutuhan, imbuh Rakhmat, maka hal ini akan meningkatkan peluang mengintegrasikan mereka dalam  mengalokasikan sumber daya, merencanakan program, menentukan kebijakan, dan memastikan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan berkualitas.
    Supply dan demand tersebut menjadi satu kesatuan dengan advokasi dan manajemen program. Model ini menilai sistuasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih besar akan mempengaruhi kondisi dasar dan perluasan sumber daya manusia (SDM) dan sumber dana untuk program KKB. Dalam konteks pelayanan KB, advokasi memiliki peran untuk mengembangkan kepemimpinan efektif dan pengutamaan program KKB di berbagai tingkatan.
    “Advokasi juga untuk mempromosikan kebijakan pelayanan yang rasional dan  suportif berdasarkan bukti medis dan program terbaik yang tersedia. Juga untuk mengamankan SDM dan finansial yang lebih besar untuk pelayanan program KB berdasarkan estimasi kebutuhan. Hasilnya akan terlihat dari peningkatan program dan kebijakan program KKB yang lebih produktif, memiliki SDM lebih baik, lebih berkualitas, didukung secara luas, dan berkelanjutan,” jelas Rakhmat.

    Revitalisasi Program, Penyerasian Kebijakan

    Apa bedanya KKB Kencana dengan program KKB reguler? Barangkali jawabannya tidak ada. KKB Kencana adalah program KKB itu sendiri. Visi KKB Kencana adalah visi program KKB itu sendiri, yakni mewujudkan penduduk tumbuh seimbang (PTS) yang ditandai dengan menurunnya TFR menjadi 2.1 dannet reproductive rate (NRR)=1. Misi KKB Kencana juga misi pembangunan KKB, yakni mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.
    Sebagai sebuah model, KKB Kencana merupakan ikhtiar percepatan dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata dan berkeadilan menuju Milenium Development Goals (MDGs) tujuan kelima poin (b) dan mencapai PTS pada 2015. Secara khusus, KKB Kencana bertujuan meningkatkan advokasi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi), meningkatkan kapasitas manajemen dan teknis di daerah, meningatkat akses dan kualitas pelayanan KB, peningkatan kemitraan, dan menjamin keberlanjutan program KKB.
    Guna merengkuh visi dan misi tersebut, arah kebijakan KKB Kencana 2013-2016 adalah merevitalisasi program KKB dan menyerasikan kebijakan pembangunan yang berwawasan kependudukan. Arah kebijakan ini ditentukan untuk dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah. “Di tingkat pusat, kebijakan pertama adalah melakukan sinkronikasi regulasi atau kebijakan program KKB dengan kebijakan lainnya,” kata Siti Fathonah.
    Kebijakan pusat lainnya meliputi peningkatan kapasitas pelayanan KB berkualitas, peningkatan jejaring kemitraan, penguatan monitoring dan evaluasi program KKB. Pusat juga bertugas melakukan pengembangan survei antar Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Saat ini, SDKI dilakukan setiap lima tahun sekali. Rentang waktu ini dianggap sebagian kalangan terlalu lama untuk mengukur efektivitas program KKB.
    Di level daerah, KKB Kencana memiliki empat kebijakan dengan dua di antaranya sama dengan kebijakan pusat. Selain penguatan jejaring, monitoring, dan evaluasi, di level daerah dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan program KKB dan peningkatan penggerakkan dan pelayanan KB berkualitas. Penguatan daerah menjadi isu sentral karena pada dasarnya model KKB Kencana merupakan upaya berbagi peran pembangunan KKB itu sendiri. Bila sebelumnya KKB identik dengan pemerintah pusat, melalui model KKB Kencana ini lebih diarahkan ke kabupaten dan kota.
    Fathonah menjelaskan, kebijakan tersebut ditelurkan dengan menerapkan enam strategi. Pertama, meningkatkan manajemen kinerja tenaga pengelola program KKB di pusat dan daerah. Kedua, meningkatkan jaringan penggerakkan masyarakat dan pembinaan kesertaan ber-KB. Ketiga, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB. Keempat hingga keenam ditempuh dengan membangun kemitraan, meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi terpadu, dan penelitian dan pengembangan.
    Arah kebijakan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam pokok-pokok kegiatan dan road map KKB Kencana tahun 2013-2016. Setiap kebijakan memiliki dua hingga tiga pokok kegiatan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sementara itu, road map berisi tahapan implementasi KKB Kencana selama empat tahun, 2013-2016. (Pokok-pokok kegiatan dan road map bisa dilihat pada infografik)
    Pada tahun pertama, model KKB Kencana diinisiasi di 94 kabupaten di empat provinsi. Tahun berikutnya berkembang di delapan provinsi. Menjelang tahun ketiga, KKB Kencana ditargetkan sudah mencapau 50 persen kabupaten. BKKBN menargetkan sudah bisa mereplikasi model tersebut di seluruh kabupaten dan kota pada 2016 mendatang. Dengan begitu, upaya berbagi peran pembangunan KKB benar-benar bisa dilaksanakan di seluruh wilayah di tanah air. Semoga. 

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: KKB Kencana: Apa dan Bagaimana? ( II ) Rating: 5 Reviewed By: Unknown

    Galeri Aktivitas Saya 2013 - 2015