Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.
Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam membahas integrasi penduduk dan pembangunan; 1) penduduk tidak hanya diperlakukan sebagai obyek tetapi juga subyek pembangunan. Paradigma penduduk sebagai obyek telah mengeliminir partisipasi penduduk dalam pembangunan, 2) ketika penduduk memiliki peran sebagai subyek pembangunan, maka diperlukan upaya pemberdayaan untuk menyadarkan hak penduduk dan meningkatkan kapasitas penduduk dalam pembangunan. Hal ini menyangkut pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Kemudian lebih terkait dengan integrasi penduduk dengan pembangunan, perlu penguatan kebijakan dalam pembangunan berwawasan kependudukan.
Secara garis besar, pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada, dimana penduduk harus dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan, penduduk harus dijadikan subyek dan obyek dalam pembangunan, dan pembangunan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk.
Selain itu, pembangunan berwawasan kependudukan juga merupakan pembangunan sumberdaya manusia, dimana pembangunan lebih menekankan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dibandingkan dengan pembangunan infastruktur semata. Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan, maka Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) turut memperkuat pelaksanaan pembangunan kependudukan dengan upaya pengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk dan mengarahkan persebaran penduduk dalam lingkungan hidup.
Pembangunan kependudukan juga merupakan upaya untuk mewujudkan keserasian kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Upaya pengendalian pertumbuhan penduduk dilakukan melalui Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga untuk mewujudkan norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera, serta diharapkan juga dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan kuantitas penduduk yang ditandai dengan perubahan jumlah, struktur, komposisi persebaran penduduk yang seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2010, pada tahun 2015 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sebesar 253,7 juta jiwa dengan dengan TFR sebesar 2,37. Kemudian hal ini juga terkait erat dengan tingkat ketergantungan (dependency ratio), atau rasio yang menyatakan jumlah penduduk usia nonproduktif yang ditanggung oleh usia produktif. Dengan berdasarkan hasil proyeksi penduduk diatas, diperkirakan pada tahun 2015 tingkat ketergantungan di Indonensia sebesar 0.49 dan tingkat ketergantungan ini akan semakin menurun memasuki peride 2020-2025.
Hal ini menunjukan bahwa pada periode tersebut Indonesia akan mencapai bonus demografi yang kerap diinterpretasikan sebagai jendela peluang (window of oppurtunity) bagi Indonesia di masa depan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Hal ini tentunya yang menjadikan Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga menjadi penting untuk diimplementasikan semaksimal mungkin. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana merupakan urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang kewenangannya secara konkuren menjadi kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam Undang-undang ini secara tegas dijelaskan 4 (empat) Sub urusan yang menjadi kewenangan bersama, yaitu;
1) Pengendalian Penduduk,
2) Keluarga Berencana (KB),
3) Keluarga Sejahtera, dan
4) Standarisasi Pelayanan KB dan Sertifikasi Tenaga Penyuluh KB (PKB/PLKB).
Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana menuntut adanya perubahan tugas dan fungsi BKKBN. Adanya perubahan lingkungan strategis seperti perubahan pemerintahan dengan segala perubahan perilaku manajemen kepemerintahan negara, perubahan peraturan perundangan yang menjadi dasar penggerakan operasional program PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB sehingga mengubah beberapa kewenangan yang telah diserahkan ke daerah sebagaimana diatur Undang-undang 23 tahun 2014 lampiran huruf N. Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, maka perlu segera dilakukan perubahan kedudukan dan penyempurnaan kelembagaan BKKBN di Pusat untuk menjabarkan tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang-undang 23 tahun 2014.
0 comments:
Post a Comment