Semua lini kehidupan manusia saat ini bergerak ke arah pemanfaatan teknologi. Berkomunikasi, berpindah tempat, melakukan riset, atau sekadar mencari tiket pesawat murah bisa dipermudah dengan teknologi.
Di tengah ekspansinya, peran perempuan masih sangat terbatas di bidang tersebut. Di jenjang universitas, jurusan Teknologi Informasi menjadi ladang para kaum Adam.
Perusahaan-perusahaan teknologi pun memperkerjakan jauh lebih banyak pria dibandingkan perempuan. Hal ini diakui Technical Account Manager Microsoft, Atimas Nurahmad.
"Kita sekarang hidup dalam persepsi bahwa perempuan itu gagap teknologi. Perempuan seringkali dianggap tidak kompeten di bidang ini," katanya kepada KompasTekno dalam acara "FemaleDev Summit 2015", Selasa (21/4/2015) di Gedung Carakaloka Kemenlu, Jakarta.
Ada berbagai macam asumsi yang mendasari stereotip itu, salah satunya karena pekerjaan TI dianggap mengandalkan logika yang diklaim lebih dimiliki oleh pria. Sedangkan perempuan dianggap lebih menggunakan emosi dalam bekerja.
Namun, justru karena menggunakan emosi, perempuan cenderung lebih detil dan rapi. Hal ini dibutuhkan dunia TI untuk mengimbangi kerja teknis. Strategic Partner Manager and Channel Partnership Google, Karina Akib menegaskan hal ini.
"Berdasarkan penelitian, menaruh perempuan dalam jajaran pimpinan organisasi bakal menambah perspektif, karena perempuan lebih detil. Begitu pula dalam teknologi, pendapatan bisa meningkat, ide bisa lebih banyak," kata Karina dalam kesempatan yang sama.
Walau demikian, Karina mengakui ada tantangan tersendiri bagi perempuan untuk terjun di dunia teknologi.
"Orang yang bekerja di industri teknologi harus selalu berinovasi, mereka harus nyaman dengan perubahan dan kegagalan, karena semuanya berubah cepat. Ini tantangan untuk perempuan dan pria, tapi mungkin perempuan lebih sulit untuk menghadapinya," katanya.
Perempuan cenderung dianggap tak setangguh pria dalam mental dan fisik. Ini merupakan alasan lain kompetensi perempuan diragukan. Atimas pun bercerita ihwal pengalamannya didiskriminasi sebagai perempuan yang menggeluti teknologi.
"Awalnya saya harus memimpin rapat yang semuanya cowok, mereka enggak merasa saya kompeten. Tapi pelan-pelan saya menunjukkan kemampuan saya, it takes time buatbikin orang percaya sama kita," Atinas mengenang.
Menurut Atimas, dengan stereotip bahwa dunia TI bukan untuk perempuan, seharusnya lebih memicu semangat pembuktian perempuan modern.
"Saya pengin semakin banyak perempuan yg berkecimpung, jadi semakin banyak orang yang menganggap bahwa perempuan bisa juga kerja di bidang teknologi," ia menuturkan.
(kompas)
0 comments:
Post a Comment