USIA muda bukanlah penghalang bagi Putih Sari untuk berjuang sebagai waki] rakyat. Perempua-n yang berkecimpung di dunia politik sejak usia 25 tahun itu merupakan salah satu anggota DPR dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) periode 2009-2014 dan duduk di Komisi IX.
Sebagai anggota, komisi yang membidangi masalah kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi. Putih terlibat dalam pembahasan RUU yang sedang digodok di Senayan misalnya RUU Keperawatan yang sekarang ini sudah sampai pada pembahasan akhir.
Caleg nomor urut 1 dari Dapil Jabar VH. itu juga mendesak pemerintah untuk menghentikan penerapan praktik alih daya (outsourcing) dalam rekrutmen tenaga kerja di lingkungan perusahaan negara (BUMN), sehingga bisa memberikan contoh untuk perusahaan swasta agar tidak menerapkan sistem outsourcing di luar jenis usaha yang sudah diatur dalam UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Dalam RUU Keperawatan ini, kami ingin memberikan aturan yang jelas tentang profesi perawat, mulai dari pendidikannya, standarisasi, dan kompetensinya, serta tugas-tugasnya dalam menunjang pelayanan kesehatan masyarakat," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 20 Juli 1984, itu.
Di Komisi IX, sam- / bungdia, kesehatan dan tenaga kerja adalah bidang yang nyaris tak pernah usai dirundung masalah. Mulai dari pe-nyiksaan TKI/TKW, tuntutan kesejahteraan dan upah yang layak bagi karyawan atau buruh, biaya pengobatan yang tak terjangkau, minimnya fasilitas kesehatan dan jaminan sosial, dan lainnya. Belum lagi persoalan program Keluarga Berencana (KB) yang nyaris tak diperhatikan lagi.
Selain di Komisi IX, Putih juga dipercaya sebagai bendahara fraksi dan anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Di luar pekerjaan di DPR, ia tetap berkecimpung di organisasi sayap partai yakni PIRA (Perempuan Indonesia Raya).
Ditambahkan dia, tidak hanya dalam pembuatan produk UU yang dibahas di DPR, ia juga pernah memperjuangkan aspirasi penolakan pembangunan gedung baru DPR. Menurut dia, pembangunan gedung baru untuk DPR belum perlu dilakukan karena gedung yang ada masih cukup memadai.
Tak berhenti di situ, ia juga pernah menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun lalu.
"Kami menghormati kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena itu adalah kewenangan pemerintah sesuai dengan UU. Namun, kami menolak pasal yang memberi wewenang pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi BBM tanpa m e m -berikan penje-lasan," tutur Putih.
sumber
Sebagai anggota, komisi yang membidangi masalah kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi. Putih terlibat dalam pembahasan RUU yang sedang digodok di Senayan misalnya RUU Keperawatan yang sekarang ini sudah sampai pada pembahasan akhir.
Caleg nomor urut 1 dari Dapil Jabar VH. itu juga mendesak pemerintah untuk menghentikan penerapan praktik alih daya (outsourcing) dalam rekrutmen tenaga kerja di lingkungan perusahaan negara (BUMN), sehingga bisa memberikan contoh untuk perusahaan swasta agar tidak menerapkan sistem outsourcing di luar jenis usaha yang sudah diatur dalam UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Dalam RUU Keperawatan ini, kami ingin memberikan aturan yang jelas tentang profesi perawat, mulai dari pendidikannya, standarisasi, dan kompetensinya, serta tugas-tugasnya dalam menunjang pelayanan kesehatan masyarakat," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 20 Juli 1984, itu.
Di Komisi IX, sam- / bungdia, kesehatan dan tenaga kerja adalah bidang yang nyaris tak pernah usai dirundung masalah. Mulai dari pe-nyiksaan TKI/TKW, tuntutan kesejahteraan dan upah yang layak bagi karyawan atau buruh, biaya pengobatan yang tak terjangkau, minimnya fasilitas kesehatan dan jaminan sosial, dan lainnya. Belum lagi persoalan program Keluarga Berencana (KB) yang nyaris tak diperhatikan lagi.
Selain di Komisi IX, Putih juga dipercaya sebagai bendahara fraksi dan anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Di luar pekerjaan di DPR, ia tetap berkecimpung di organisasi sayap partai yakni PIRA (Perempuan Indonesia Raya).
Ditambahkan dia, tidak hanya dalam pembuatan produk UU yang dibahas di DPR, ia juga pernah memperjuangkan aspirasi penolakan pembangunan gedung baru DPR. Menurut dia, pembangunan gedung baru untuk DPR belum perlu dilakukan karena gedung yang ada masih cukup memadai.
Tak berhenti di situ, ia juga pernah menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun lalu.
"Kami menghormati kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena itu adalah kewenangan pemerintah sesuai dengan UU. Namun, kami menolak pasal yang memberi wewenang pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi BBM tanpa m e m -berikan penje-lasan," tutur Putih.
sumber
0 comments:
Post a Comment