Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional(BKKBN), Julianto Witjaksono, mengatakan kematian ibu akibat kehamilan dan melahirkan di Indonesia mencapai taraf mengkhawatirkan. Pemerintah belum mampu menurunkan tingkat kematian tersebut dari tahun ke tahun.
Berdasarkan pendataan, menurut Julianto, pada 2007 tercatat sebanyak 9.120 kematian ibu melahirkan. Artinya, rerata setiap harinya ada 14 hingga 25 ibu yang meninggal. Sedangkan tahun 2012, kematian ibu tercatat 17.950 orang atau 33 hingga 65 ibu meninggal per harinya.
Julianto mengatakan kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan petaka yang terbilang dahsyat. Ia mengumpamakan kematian ibu dengan kecelakaan pesawat terbang dari Malaysia yang merenggut 400 orang. "Jadi, kematian ibu hamil dan melahirkan per tahunnya sama seperti kecelakaan 25 pesawat Boeing 777 berpenumpang 400 orang. Ini tragis, tetapi tidak pernah diekspose," ujar Julianto, Sabtu (17/5).
Kematian ibu hamil dan melahir-, kan, kata Julianto, kebanyakan diaki batkan kehamilan yang tidak dungih-kan. Hal tersebut menyebabkan adanya komplikasi kehamilan dengan biaya tinggi. "Sebanyak 26 persen wanita usia subur (WUS) yang tidak terlayani kebutuhan KB menyebabkan 82 persen kehamilan tak diinginkan," katanya.
Selain itu, target Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia me-nyasar kematian ibu tahun 2015 hanya 102 kematian ibu dari 100 ribu kelahiran. Sedangkan, angk-a pemakaian kontrasepsi modern pada wanita usia 15-49 tahun sebanyak 65 persen dan unmet need hanya lima persen.
Langkah-langkah BKKBN menangani kematian ibu saat melahirkan,menurut Julianto, meliputi penyuluhan terhadap masyarakat tentangkesehatan reproduksi. Di antaranya, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, serta pencegahan dan penanganan infertilitas.
Sedangkan, kesehatan ibu meliputi kesehatan reproduksi sejak remaja, sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan pascamelahirkan. "Sehingga ibu mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas. Juga mengurangi angka kematian ibu," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi juga mengungkapkan angka kematian ibu dan bayi di Tanah Air masih cukup tinggi. "Sampai kini, memang belum ada penurunan angka kematian ibu. Akan tetapi, data kematiannya subt dibandingkan antara tahun 2013 dengan tahun sebelumnya. Hal itu karena metode survei yang digunakan juga berbeda sehingga sulit diperbandingkan," ujarnya di Kudus, bulan lalu.
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
Anak, angka kematian Ibu mencapai JT9 per 100 ribu kelahiran pada 2013. Sedangkan, hasil survei tahun 2012 angka kematian ibu sebanyak 22S per 100 ribu kelahiran.
Menurutnya, untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi butuh komitmen dari pemerintah serta tenaga medis untuk ikut mengatasinya. Seluruh pelayanan kesehatan ibu dan anak pada pelayanan dasar, katanya, harus benar-benar dioptimalkan.
Selain kegiatan preventif dan promotif, identifikasi oleh tenaga medis juga menjadi kunci utama untuk menekan terjadinya kematian ibu dan bayi.
sumber
Berdasarkan pendataan, menurut Julianto, pada 2007 tercatat sebanyak 9.120 kematian ibu melahirkan. Artinya, rerata setiap harinya ada 14 hingga 25 ibu yang meninggal. Sedangkan tahun 2012, kematian ibu tercatat 17.950 orang atau 33 hingga 65 ibu meninggal per harinya.
Julianto mengatakan kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan petaka yang terbilang dahsyat. Ia mengumpamakan kematian ibu dengan kecelakaan pesawat terbang dari Malaysia yang merenggut 400 orang. "Jadi, kematian ibu hamil dan melahirkan per tahunnya sama seperti kecelakaan 25 pesawat Boeing 777 berpenumpang 400 orang. Ini tragis, tetapi tidak pernah diekspose," ujar Julianto, Sabtu (17/5).
Kematian ibu hamil dan melahir-, kan, kata Julianto, kebanyakan diaki batkan kehamilan yang tidak dungih-kan. Hal tersebut menyebabkan adanya komplikasi kehamilan dengan biaya tinggi. "Sebanyak 26 persen wanita usia subur (WUS) yang tidak terlayani kebutuhan KB menyebabkan 82 persen kehamilan tak diinginkan," katanya.
Selain itu, target Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia me-nyasar kematian ibu tahun 2015 hanya 102 kematian ibu dari 100 ribu kelahiran. Sedangkan, angk-a pemakaian kontrasepsi modern pada wanita usia 15-49 tahun sebanyak 65 persen dan unmet need hanya lima persen.
Langkah-langkah BKKBN menangani kematian ibu saat melahirkan,menurut Julianto, meliputi penyuluhan terhadap masyarakat tentangkesehatan reproduksi. Di antaranya, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, serta pencegahan dan penanganan infertilitas.
Sedangkan, kesehatan ibu meliputi kesehatan reproduksi sejak remaja, sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan pascamelahirkan. "Sehingga ibu mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas. Juga mengurangi angka kematian ibu," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi juga mengungkapkan angka kematian ibu dan bayi di Tanah Air masih cukup tinggi. "Sampai kini, memang belum ada penurunan angka kematian ibu. Akan tetapi, data kematiannya subt dibandingkan antara tahun 2013 dengan tahun sebelumnya. Hal itu karena metode survei yang digunakan juga berbeda sehingga sulit diperbandingkan," ujarnya di Kudus, bulan lalu.
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
Anak, angka kematian Ibu mencapai JT9 per 100 ribu kelahiran pada 2013. Sedangkan, hasil survei tahun 2012 angka kematian ibu sebanyak 22S per 100 ribu kelahiran.
Menurutnya, untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi butuh komitmen dari pemerintah serta tenaga medis untuk ikut mengatasinya. Seluruh pelayanan kesehatan ibu dan anak pada pelayanan dasar, katanya, harus benar-benar dioptimalkan.
Selain kegiatan preventif dan promotif, identifikasi oleh tenaga medis juga menjadi kunci utama untuk menekan terjadinya kematian ibu dan bayi.
sumber
0 comments:
Post a Comment