“Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Sebagai pelajar, pasti kita pernah mendengar ungkapan di atas yang disampaikan Ki Hajar Dewantara, bapak dan juga pahlawan pendidikan kita.
Secara tersirat, ungkapan tersebut menyatakan dunia pendidikan sejatinya menjadi suri tauladan, panutan, dan mampu menggugah semangat serta memberi dorongan moral. Namun sepertinya ungkapan tersebut seakan belum bisa dimaknai dalam dunia pendidikan sekarang, khususnya untuk para pelajar.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang selalu diperingati setiap 2 Mei tersebut juga belum mampu memberikan dorongan moral buat pelajar kita menuju jalan yang lebih baik. Melihat hal ini, mungkin kita dapat merasakan betapa merosotnya moral pelajar kita setiap tahunnya.
Belakangan ini, ramai diperbincangkan di media massa termasuk jejaring sosial mengenai moral pelajar masa kini. Ada banyak permasalahan yang terjadi dan ini membuat sebagian besar orang tua mengelus dada dan tak habis pikir terjadinya penurunan moral tersebut.
Kita lihat kasus-kasus pemakaian narkoba, tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan yang melibatkan pelajar di negeri kita saat ini. Ditambah lagi, belum lama ini pasca-Ujian Nasional (UN) lalu para pelajar tidak lagi sekadar coret-coret baju dan konvoi di jalanan. Namun nyaris menggelar pesta seks pelajar atau pesta bikini.
Faktanya, belasan pasang pelajar di Semarang tertangkap basah menggelar pesta seks. Sekira 30 pasang pelajar juga terjaring berzina masal di Kendal, Jawa tengah. Sungguh ironi memang, padahal tidak sedikit di antara mereka mempunyai tingkat pendidikan yang baik dan berasal dari keluarga berkecukupan.
Ini sesungguhnya hanya potret buram sebuah generasi, buah demokrasi yang menyuburkan liberalisasi. Kebebasan berbuat, bertingkah laku serta berpikir sudah menyusupi generasi penerus bangsa. Mereka hanyut dalam euforia kebahagiaan, setelah selesainya mengikuti UN.
Seolah-olah selesai sudah perjuangan mereka dan melepaskan diri dengan kebebasan berbuat maksiat. Padahal lulus SLTA itu justru awal mereka memasuki dunia kedewasaan dan banyak persoalan di depan mata yang seharusnya mereka hadapi dengan kesiapan diri, mental, fisik, pikiran, dan hati.
Faktanya justru sebaliknya. Sungguh memprihatinkan dan selayaknya menjadi perhatian kita bersama. Sistem pendidikan dan kurikulum sekolah kita tidak menyentuh kesadaran serta keimanan siswanya. Penyadaran pentingnya belajar sebagai modal kehidupan, etika serta akhlak mulia mendapatkan porsi minim atau bisa dibilang tidak sama sekali.
Kondisi seperti ini harus segera diatasi demi kebaikan kita bersama. Untuk itu, seluruh pihak harus melakukan kerjasama dalam memantau perkembangan dunia pendidikan. Misalnya pemerintah bertanggung jawab terhadap kurikulum yang diberlakukan. Orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya di rumah dan sekolah memberikan lingkungan belajar yang kondusif, lalu masyarakat menjalankan fungsi kontrol sosial.
Hendaknya para pelajar merenung dan resapi bersama makna peringatan Hardiknas. Jangan sampai peringatan ini dijadikan moment seremoni belaka. Selamat Hardiknas 2015!(wol/waspada/data1)
0 comments:
Post a Comment