JAKARTA - Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan harapan baru bangkitnya program kependudukan dan keluarga berencana di Indonesia.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mempunyai kewenangan untuk mengelola alat dan obat kontrasepsi dan sistem informasi keluarga.
Salah satu point penting UU itu adalah BKKBN pusat memperoleh kewenangan menggerakkan personil Penyuluh Keluarga Berencana dan Penyuluh KB yang kini berada di daerah.
Ini bisa dilakukan karena BKKBN pusat mengambil pegawainya yang telah diserahkan ke daerah untuk kembali ke diatur pusat, mulai petugas penyuluh lapangan KB dan penyuluh keluarga berencana yang berjumlah 20 ribu orang.
Ahmad Taufik, Kepala Sub Direktorat Keluarga Berencana
Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS menyampaikan alasan pengembalian kewenangan ke pusat.
"Sebelumnya tidak ada perhatian dari Pemerintah Daerah terhadap petugas lini lapangan KB/PLKB, terkait kualitas, kesejahteraan, penugasan dan sebagainya," katanya.
Ia menyebut, pesan dari BKKBN ke pemerintah daerah tidak dilaksanakan dengan baik, seperti rasio petugas KB di desa yang seharusnya ideal satu desa dikelola oleh 1-3 orang petugas.
"Ini tidak diupayakan pemerintah daerah namun justru memindahkan ke dinas, badan lain sehingga menyusutnya jumlah petugas KB," katanya.
Bagi BKKBN sendiri, kembalikannya kewenangan untuk mengatur PKB dan PLKB memungkinkan mereka bisa bekerja lebih efektif.
BKKBN pusat mudah mengakses memberikan anggaran yang diperlukan untuk berbagai program. Bahkan melalui kewenangan itu, memungkinkan menambah jumlah PLKB akan ditingkatkan ke angka ideal.
Sebelum otonomi daerah jumlah PLKB berkisar 36 ribu orang untuk menangani 60 ribu desa atau kelurahan. Namun kini menurun menjadi 20 ribu orang untuk 81 ribu desa atau kelurahan.
Dengan jumlah PLKB saat ini, seorang PLKB memiliki wilayah kerja 4-5 desa atau kelurahan. Padahal idealnya seorang PLKB memiliki wilayah kerja 1-2 desa atau kelurahan.
Seperti diketahui program KB mengalami kegagalan. Ini bisa dilihat dari meningkatnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) tidak terkendali. Tahun 2000, LPP dapat ditekan menjadi 1,45 persen per tahun, maka pada tahun 2010, LPP meningkat menjadi 1,49 persen pertahun.
Tidak mengherankan jika pertambahan penduduk Indonesia sekitar 4 juta tiap tahun atau sama dengan jumlah penduduk Singapura.
Angka fasilitas total tidak mampu turunkan sejak 2002 lalu yang tetap bertengger pada angka 2,6 anak, padahal angka target yang ditargetkan 2,1 anak pada tahun 2015. (tribunnews)
0 comments:
Post a Comment