CATATAN HABRIAH -- BUKAN hal yang sulit untuk mendapatkan ijazah palsu. Saking mudahnya, kita bahkan tidak perlu beranjak dari tempat tidur untuk mencari ijazah palsu. Di banyak situs, ditawarkan berbagai pilihan ijazah palsu. Harganya bervariasi, sesuai kelas level kampus. Segala jurusan pun ada.
Ijazah palsu laris karena semua jadi serbamudah. Ijazah S-1 seharga Rp 20 juta. Itu jauh lebih murah bila dibandingkan dengan biaya kuliah sungguhan. Apalagi, dari segi waktu, kuliah S-1 butuh empat sampai lima tahun. Beli ijazah palsu, dalam hitungan hari, gelar sudah dalam genggaman.
Melihat betapa maraknya praktik ijazah palsu, kalau Kemenristekdikti bersama pihak berwajib mau, para pelaku pasti sangat mudah ditangkap. Namun, karena operasi untuk memberantas kejahatan itu tidak pernah konsisten, praktik kotor-kotor tersebut tidak pernah hilang.
Padahal, hukuman pidana pelaku untuk pelaku kejahatan itu sangat berat, penjara selama sepuluh tahun atau denda Rp 1 miliar. Itu berdasar UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Selain ijazah palsu, peredaran ijazah asli tapi palsu (aspal) sangat marak. Dua hal tersebut berbeda. Ijazah palsu adalah ijazah yang dikeluarkan perorangan atau lembaga yang tidak berizin sebagai perguruan tinggi.
Jika pelakunya perorangan, biasanya dia memiliki banyak stempel logo kampus ternama untuk membuat ijazah palsu. Misalnya, penerbitan ijazah palsu oleh sebuah lembaga yang terungkap seperti di kasus University of Berkley Jakarta.
Sementara itu, ijazah aspal adalah ijazah yang dikeluarkan perguruan tinggi resmi. Tetapi, mahasiswanya tidak menjalani aturan perkuliahan sesuai ketentuan.
Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemenristekdikti Supriadi Rustad menuturkan, ada mahasiswa yang datangnya cuma saat wisuda, tetapi mendapatkan ijazah. ”Pemerintah tidak mengakui keduanya. Ijazah palsu maupun ijazah aspal,” tandasnya kemarin.
Supriadi mengatakan, modus kejahatan ijazah yang paling sering adalah ijazah aspal. Sebab, sekilas lembar ijazah terlihat meyakinkan karena diterbitkan kampus yang mengantongi izin operasional. Namun, ijazah itu bisa kena cekal karena mahasiswa tidak melalui perkuliahan sesuai ketentuan.
Guru besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) tersebut menjelaskan, memang saat ini ada celah bagi PTS untuk memasukkan rombongan mahasiswa ’’gelap’’ saat wisuda. Modusnya, mereka biasanya dibuat seolah-olah sebagai mahasiswa transfer dari kampus lain.
Tetapi, mahasiswa itu tidak pernah mengikuti perkuliahan lanjutan di kampus baru. Tiba-tiba mereka langsung wisuda.
Dia menuturkan, seharusnya satu hingga dua bulan sebelum wisuda, semua PTS wajib melaporkan nama-nama wisudawan dan wisudawatinya ke Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) setempat.
Kemudian, oleh Kopertis, nama-nama itu dicek melalui pangkalan data pendidikan tinggi (PDPT). Apakah para mahasiswa itu telah mengikuti proses perkuliahan dengan wajar atau tidak.
Namun, pada praktiknya, PTS-PTS tidak melaporkan nama-nama para mahasiswa untuk dilakukan pengecekan ulang oleh Kopertis. Selama ini pelaporan menjelang wisuda itu memang bersifat tidak wajib mengikat. Jadi, sistem tersebut menjadi celah suburnya praktik ijazah aspal jika tidak dilakukan revisi. Yakni, dengan mewajibkan setiap wisuda melaporkan ke Kopertis. (wan/mia/far/ang)
0 comments:
Post a Comment