Kampung Keluarga Berencana perlahan mengantarkan harapan bagi warga Kota Banjar, Jawa Barat. Pesatnya laju pertumbuhan penduduk kini berganti dengan kemandirian dan kesejahteraan warga.
Liawati (38), warga Kampung Pasimagara, Desa Cibeureum, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, awalnya pesimistis menghadapi masa depan. Penghasilan suaminya sebagai guru honorer sekolah da-sar, sebesar Rp 50.000 per hari, . kadang hanya cukup untuk sehari. Padahal, ibu tiga anak ini menderita mag akut sehingga setiap bulan harus rutin memeriksakan kesehatannya.
Harapan muncul setelah Pemerintah Kota Banjar menetapkan Kampung Pasirnagara sebagai Kampung KB, tiga tahun lalu. Mendapatkan banyak pemahaman tentang pola hidup sehat dan keluarga sejahtera, Liawati mantap menjalani medis operasi wanita (MOW), salah satu metode KB untuk perempuan.
Pilihannya tidak keliru. Dengan menjadi akseptor KB, ia mendapatkan kemudahan. Selama sebulan masa penyembuhansetelah MOW. ia memperoleh uang jaminan hidup Rp 250.000. Dia juga dibebaskan dari biaya berobat di puskesmas. Apabila harus dirawat, dia bisa menempati ruang kelas III Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar tanpa dipungut biaya.
Kemandirian dan solidaritas warga juga lahir kembali dari rahim Kampung KR Warga Pa-simagara sepakat menghidupkan kebiasaan mengumpulkan satu butir kelapa per rumah tangga sebagai sumber dana.
Saat ini, dari 176 rumah tangga dan harga kelapa Rp 1.000 per butir bisa dikumpulkan Rp 176.000 per bulan. Uang penjualan kelapa diberikan bagi warga kurang mampu untuk membiayai kebutuhan mendesak.
"Saya biasanya mendapatkan bantuan ongkos berobat atau tambahan beli obat dari penjualan kelapa sekitar Rp 50.000. Sejak ada Kampung KB, saya lebih ringan menghadapi semua masalah," katanya.
Inovasi
Berbanding lurus dengan euforia daerah pemekaran, penambahan jumlah penduduk di Kota Banjar, yang berpisah dari Kabupaten Ciamis tahun 2003, naik pesat Pada 2010, jumlahpenduduk mencapai 183.046 jiwa yang memadati wilayah seluas 13.197,23 hektar.
Menurut Wali Kota Banjar (2003-2013) Herman Sutrisno, hal itu mudah memicu masalah ketersediaan pangan, kemiskinan, dan potensi bencana alam. Perlu solusi menyikapi hal ini
Sebagai dokter dan mantan anggota DPR pada era Orde Baru, Herman teringat program KB yang pernah jaya pada 1990-an. Program itu diharapkan bisa menyelamatkan Kota Banjar. Namun, penerapannya tanpa paksaan. Bumbu inovasi dan terobosan di berbagai bidang jadi pemikatnya.
"Tahun 2011-2012, kami membentuk 25 Kampung KB di 25 desa. Kampung ini jadi pusat sosialisasi pentingnya KB dan hidup sehat untuk masa depan," ujar Herman.
Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Banjar Obang Subarman menambahkan, Kampung KB tak sekadar memperkenalkan alat kontrasepsi. Sebanyak 1.848 kader diterjunkan untuk berpromosi, mulai dari pola hidup sehat hingga penyaluran bakat remaja. Hasilnya, tingkat kelahiran dan kematian ibu dan anak di Desa Cibeu-reum pada 2012, misalnya, tu-run sekitar 50 persen dari sebelum Kampung KB diterapkan. Dalam setahun hanya enam orang melahirkan dan delapan orang meninggal.
"Biaya pengobatan peserta KB hingga pendidikan anak-anak di Kampung KB dibebaskan. Namun, bantuan permodalan jadi pemikat utama program Kampung KB," paparnya.
Keuntungan nyata
Herman mengatakan, inovasi bantuan permodalan ampuh menarik minat warga untuk melakukan KB. Dalam buku Baryar Satu Dekade, industri rumahan di Kampung KB mendapat bantuan Rp 10 juta-Rp 50 juta Warga juga mendapatkan kemudahan mengurus izin usaha, pelatihan keterampilan, dan bekal kewirausahaan lain.
Hasilnya, dari 34.124 pasangan suami-istri di Kota Banjar, pada 2013, sebanyak 25.243 pasangan menjadi akseptor KB. Laju pertumbuhan penduduk per tahun turun dari 1,27 pada 2011 menjadi 0,87 pada 2013. "Program KB harus memberikan keuntungan nyata yang dirasakan warga," ujar Herman yang meraih Innovative Government Award Bidang Pelayanan Publik dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2011 atas keberhasilannya menghidupkan KB. (bkkbn)
Oleh CORNELIUS HELMY
Liawati (38), warga Kampung Pasimagara, Desa Cibeureum, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, awalnya pesimistis menghadapi masa depan. Penghasilan suaminya sebagai guru honorer sekolah da-sar, sebesar Rp 50.000 per hari, . kadang hanya cukup untuk sehari. Padahal, ibu tiga anak ini menderita mag akut sehingga setiap bulan harus rutin memeriksakan kesehatannya.
Harapan muncul setelah Pemerintah Kota Banjar menetapkan Kampung Pasirnagara sebagai Kampung KB, tiga tahun lalu. Mendapatkan banyak pemahaman tentang pola hidup sehat dan keluarga sejahtera, Liawati mantap menjalani medis operasi wanita (MOW), salah satu metode KB untuk perempuan.
Pilihannya tidak keliru. Dengan menjadi akseptor KB, ia mendapatkan kemudahan. Selama sebulan masa penyembuhansetelah MOW. ia memperoleh uang jaminan hidup Rp 250.000. Dia juga dibebaskan dari biaya berobat di puskesmas. Apabila harus dirawat, dia bisa menempati ruang kelas III Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar tanpa dipungut biaya.
Kemandirian dan solidaritas warga juga lahir kembali dari rahim Kampung KR Warga Pa-simagara sepakat menghidupkan kebiasaan mengumpulkan satu butir kelapa per rumah tangga sebagai sumber dana.
Saat ini, dari 176 rumah tangga dan harga kelapa Rp 1.000 per butir bisa dikumpulkan Rp 176.000 per bulan. Uang penjualan kelapa diberikan bagi warga kurang mampu untuk membiayai kebutuhan mendesak.
"Saya biasanya mendapatkan bantuan ongkos berobat atau tambahan beli obat dari penjualan kelapa sekitar Rp 50.000. Sejak ada Kampung KB, saya lebih ringan menghadapi semua masalah," katanya.
Inovasi
Berbanding lurus dengan euforia daerah pemekaran, penambahan jumlah penduduk di Kota Banjar, yang berpisah dari Kabupaten Ciamis tahun 2003, naik pesat Pada 2010, jumlahpenduduk mencapai 183.046 jiwa yang memadati wilayah seluas 13.197,23 hektar.
Menurut Wali Kota Banjar (2003-2013) Herman Sutrisno, hal itu mudah memicu masalah ketersediaan pangan, kemiskinan, dan potensi bencana alam. Perlu solusi menyikapi hal ini
Sebagai dokter dan mantan anggota DPR pada era Orde Baru, Herman teringat program KB yang pernah jaya pada 1990-an. Program itu diharapkan bisa menyelamatkan Kota Banjar. Namun, penerapannya tanpa paksaan. Bumbu inovasi dan terobosan di berbagai bidang jadi pemikatnya.
"Tahun 2011-2012, kami membentuk 25 Kampung KB di 25 desa. Kampung ini jadi pusat sosialisasi pentingnya KB dan hidup sehat untuk masa depan," ujar Herman.
Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Banjar Obang Subarman menambahkan, Kampung KB tak sekadar memperkenalkan alat kontrasepsi. Sebanyak 1.848 kader diterjunkan untuk berpromosi, mulai dari pola hidup sehat hingga penyaluran bakat remaja. Hasilnya, tingkat kelahiran dan kematian ibu dan anak di Desa Cibeu-reum pada 2012, misalnya, tu-run sekitar 50 persen dari sebelum Kampung KB diterapkan. Dalam setahun hanya enam orang melahirkan dan delapan orang meninggal.
"Biaya pengobatan peserta KB hingga pendidikan anak-anak di Kampung KB dibebaskan. Namun, bantuan permodalan jadi pemikat utama program Kampung KB," paparnya.
Keuntungan nyata
Herman mengatakan, inovasi bantuan permodalan ampuh menarik minat warga untuk melakukan KB. Dalam buku Baryar Satu Dekade, industri rumahan di Kampung KB mendapat bantuan Rp 10 juta-Rp 50 juta Warga juga mendapatkan kemudahan mengurus izin usaha, pelatihan keterampilan, dan bekal kewirausahaan lain.
Hasilnya, dari 34.124 pasangan suami-istri di Kota Banjar, pada 2013, sebanyak 25.243 pasangan menjadi akseptor KB. Laju pertumbuhan penduduk per tahun turun dari 1,27 pada 2011 menjadi 0,87 pada 2013. "Program KB harus memberikan keuntungan nyata yang dirasakan warga," ujar Herman yang meraih Innovative Government Award Bidang Pelayanan Publik dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2011 atas keberhasilannya menghidupkan KB. (bkkbn)
Oleh CORNELIUS HELMY
0 comments:
Post a Comment