Apa yang dimaksud dengan Kontrasepsi Darurat? Sampai saat ini sebetulnya belum ada kesepakatan tentang istilah untuk “Kontrasepsi Darurat” ini. Ada yang mengusulkan istilah kontrasepsi pasca sanggama, selain istilah kontrasepsi darurat. Namun, secara umum istilah ini merujuk kepada berbagai metode kontrasepsi yang bisa digunakan untuk mencegah kehamilan setelah terjadinya hubungan seksual tanpa kontrasepsi.
Metode yang paling umum, yaitu pil khusus pencegah kehamilan (PKPK) atau emergency contraceptive pills (ECPs), terdiri dari pemakaian sejumlah pil kontrasepsi, biasanya yang berisi estrogen (ethynil estradiol) dan progestin (levonorgestrel atau norgestrel) dalam 72 jam setelah hubungan seksual yang tidak terlindungi, diikuti dengan dosis berikutnya 12 jam kemudian. Cara lain adalah dengan pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)/IUD jenis copper-T dalam waktu lima hari setelah hubungan seksual yang tidak terlindungi.
Kapan metode ini ditemukan? Pil khusus pencegah kehamilan telah digunakan sejak pertengahan 1960 ketika diperkenalkan pertama kali sebagai cara pencegahan kehamilan untuk para korban perkosaan. Pada tahun 1976 pemasangan AKDR sebagai kontrasepsi darurat pertama kali dilaporkan, dan pada tahun 1980-an sebuah produk khusus (dedicated product) PKPK disetujui untuk dipakai di beberapa negara Eropa.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menambahkan dua tipe PKPK pada daftar obat esensial pada tahun 1990-an, dan the US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui jenis PKPK tersebut padsa akhir dekade tersebut. Mengapa ini penting untuk perempuan? Di seluruh dunia, per tahunnya sekitar 75 juta perempuan mengalami kehamilan yang tak diinginkan (KTD). Sekitar setengahnya kemudian akan berakhir dengan aborsi yang kebanyakan adalah aborsi tidak aman. Diperkirakan, setengah dari jumlah KTD yang terjadi setiap tahun dapat dicegah dengan penyebarluasan akses kepada dan pemakaian kontrasepsi darurat.
Dengan demikian EC akan membantu mencegah kebutuhan untuk aborsi, walaupun EC sendiri bukan suatu cara untuk aborsi. Kontrasepsi darurat merupakan pelindung yang penting jika kontrasepsi pil rutin gagal; jika kondom robek, terselip atau lepas atau IUD terlepas; jika sebuah metode kontrasepsi dipakai dengan cara yang salah; atau pada hubungan seksual yang tidak direncanakan. Di seluruh dunia, salah satu dari penggunaan penting kontrasepsi darurat adalah pada kasus-kasus kekerasan seksual.
Kontrasepsi darurat dan Infeksi Menular Seksual (IMS) Perlu dicatat, kontrasepsi darurat dalam bentuk pil maupun pemasangan AKDR tidak dapat mencegah penularan infeksi menular seksual, termasuk HIV. Kebanyakan perempuan yang membutuhkan EC berisiko terhadap infeksi tersebut. Risiko yang lebih tinggi terjadi pada mereka yang melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan (kondom) dalam hubungan yang non-monogamous atau dengan pasangan baru, mereka yang menggunakan narkoba atau memiliki pasangan pengguna narkoba dan para korban perkosaan. Untuk mereka yang berisiko untuk tertular IMS, PKPK lebih aman dari pemasangan AKDR. Sebab, pada saat pemasangan AKDR, bakteri dapat masuk pada rongga rahim – yang jika tidak diobati akan menyebabkan penyakit radang panggul (PRP).
Infeksi HIV juga akan meningkatkan risiko terjadinya PRP karena pemasangan AKDR. Kontrasepsi darurat dan kehamilan ektopikBerbagai penelitian membuktikan bahwa EC tidak akan menyebabkan maupun mencegah kehamilan ektopik (kehamilan di luar rongga rahim). Jika dibiarkan, kehamilan ektopik akan menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir menjadi kematian. Perempuan harus segera mencari pertolongan jika mendapatkan gejala-gejala kehamilan ektopik seperti rasa sakit yang sangat di satu sisi atau dua sisi perut bagian bawah, nyeri perut dan adanya bercak darah (spotting), khususnya setelah terjadinya periode menstruasi yang sangat ringan atau tidak terjadi menstruasi, dan pingsan atau pusing.
0 comments:
Post a Comment