JAKARTA -- Koalisi LSM Pemantauan CPNS (KLPC) akan melaporkan dugaan pemalsuan dokumen honorer K2 yang lolos rekrutmen ke Bareskrim Polri. Menurut salah seorang anggota KLPC sekaligus peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Monitoring Pelayanan Publik Siti Juliantari, pemalsuan data honorer yang akan dilaporkan adalah 1173 honorer.
Wanita yang karib disapa Tari ini menjelaskan 1173 honorer yang diluluskan menggunakan data palsu dan pemalsuannya dibantu oleh pejabat daerah setempat. Terutama pemalsuan dokumen SK masa kerja.
Dalam PP 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Honorer menjadi PNS disebutkan bahwa yang berhak menjadi peserta rekrutmen CPNS honorer K2 adalah yang memiliki SK Kepala Unit Kerja dan masa kerja minimal 1 tahun pada tanggal 31 Desember 2005. Sementara data dan bukti yang diperoleh KLPC diketahui bahwa ribuan honorer K2 yang lolos tidak masuk dalam kriteria itu.
"Ini diduga melibatkan pejabat tinggi di tingkat daerah. Berdasarkan hasil investigasi KLPC peserta diduga juga memberikan sejumlah uang pada pejabat daerah agar ada pemalsuan data," ujar Tari dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu, (16/3).
Menurut Tari, keterlibatan ini terlihat dari perbandingan database honorer K2 validasi tahun 2005, 2010, dan 2012. Pejabat menandatangani SK penetapan honorer tanpa mencermati lebih dalam apakah daftar nama honorer sudah masuk dalam kriteria di PP 48 tahun 2005. Akibatnya, jumlah honorer yang ikut rekrutmen tidak sesuai dengan data tahun 2005 yang dijadikan acuan untuk perekrutan.
"Harusnya kalau pun data nama berubah, itu karena ada yang memang karena meninggal, mengundurkan diri atau sudah daftar pada tes CPNS jalur lain. Karena sejak tahun 2005 sudah dibatasi jumlah honorer. Bukan jadi bertambah jumlahnya saat validasi data. Berarti ada data dokumen yang dipalsukan sehingga jumlahnya justru bertambah," sambungnya.
Sementara itu, Koordinator KLPC Febri Hendri mengungkapkan pemalsuan dokumen SK awal oleh kepala unit kerja dan SK penetapan oleh pejabat tinggi daerah bisa dikategorikan tindak pidana pemalsuan dokumen negara sesuai pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 KUHP.
"Kalau pemalsuan dokumen bisa dihukum penjara maksimal 6 tahun. Kami menduga juga ada indikasi suap, sehingga perlu juga dilaporkan pada pihak berwajib," tegas Febri.
Febri mengaku pihaknya akan meminta Bareskrim Polri memerintahkan Polda dan Polres seluruh Indonesia untuk mengusut pejabat pemda yang diduga terlibat pemalsuan dokumen honorer K2. Pengusutan dapat dilakukan dengan menyita database honorer K2 hasil validasi tahun 2005, 2010, dan 2012 serta membandingkannya dengan database penetapan honorer K2 oleh Sekda tahun 2013. Rencananya koalisi akan melapor ke Bareskrim Polri pada Selasa (18/3).
"Dari data-data itu kan bisa ketahuan, yang palsu dokumennya mana saja. Akan kami pantau proses ini kepolisian juga," tandas Febri. (flo/jpnn)
0 comments:
Post a Comment