728x90 AdSpace

  • Info Terbaru

    Wednesday 22 April 2015

    MENGENAL DAN MEMAHAMI HAKEKAT PERKAWINAN


    Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan perkawinan adalah merupakan harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya. Harapan tersebut terasa makin menyala dan dorongannya semakin kuat bila secara fisik mereka dalam kondisi sehat dan telah memiliki hal-hal lain yang mendukung kehidupan jika kelak telah berkeluarga, seperti telah memiliki pekerjaan yang tetap, telah memiliki calon yang diidamkan dan sebagainya.

    Memang, dalam perkawinan, seorang pria dan wanita akan saling mengikat diri atas dasar cinta kasih yang total : psikologis,  biologis, sosial ekonomis, demi penyempuraan dan perkembangan pribadi masing-masing serta demi kelangsungan sejarah umat manusia. Ini tercermin dari hakekat perkawinan itu sendiri. Karena perkawinan adalah persekutun hidup antara seorang pria dan seorang wanita atas dasar ikatan cinta kasih yang tulus dengan persetujuan bebas dari keluarga  yang tidak dapat ditarik kembali dengan tujuan : kelangsungan bangsa, perkembangan pribadi dan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu wajar jika Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 1 memandang bahwa perkawinan adalah sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.

    Gilarso, dalam bukunya “Moral Keluarga”, merinci hakekat perkawinan adalah sebagai berikut : 

    PertamaPerkawinan merupakan persekutuan hidup dan cinta Perkawinan pertama-tama merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir batin yang mencakup seluruh hidup. Atas dasar persetujuan bebas mereka bersekutu membentuk satu keluarga : punya rumah bersama, harta dan uang bersama, punya nama keluarga yang sama, punya anak bersama, saling pasarah diri dengan jiwa raga atas dasar cinta yang tulus. Syarat mutlak untuk terjadinya dan sahnya perkawinan adalah adanya persetujuan bebas. Tidak ada cinta atau terpaksa. Cinta mensyaratkan kebebasan dan tanggung jawab. Persetujuan kedua pihak harus dinyatakan secarajelas didepan saksi-saksi yang sah. Sehingga unsur pokok cinta perkawinan adalah kesetiaan akan pasangannay dalamuntung dan malang dan bertanggung jawab dalam segala situasi. Persatuan suami isteri itu berciri dinamis dalam arti dapat berkembang mekar, tetapi dapat juga mundur, bahkan hancur. Karena itu suami dan isteri sama-sama bertugas untuk tetap menjaga dan memupuk kesatuan mereka agar tetap tahan uji.

    KeduaPerkawinan merupakan lembaga sosial  Dalam masyarakat, umumnya perkawinan dipandang sebagai satu-satunya lembaga yang menghalalkan persekutuan pria dan wanita, hubungan seks dan mendapatkan keturunan. Oleh karena itu perkawinan dilindungi dan diatur oleh hukum adat dan hukum negara. Suami isteri dan anak-anak hanya diakui sah dalam wadah perkawinan yang sah. Maka perzinahan dikecam dan anak diluar nikah dianggap haram. Perkawinan juga merupakan kenyataan yang melibatkan masyarakat luas, baik sanak saudara, tetangga maupun kenalan. Masyarakat ikut campur dlam urusan perkawinan karena itu berkepentingan dalam keutuhan kehidupan keluarga, mengingat keluarga adalah sel masyarakat.

    Ketiga, Perkawinan merupakan lembaga hukum Negara. Perkawinan merupakan ikatan resmi yang perlu disahkan. Kawin bukan ikatan bebasn menurut selera sendiri, bukan sekedar soal cinta sama cinta, lantas tidur bersama. Melainkan soal masyarakat, soal sosial, soal keluarga dan masa depan bangsa. Oleh karena itu negara ikut campur dalam maslah perkawinan warganya. Kebanyakan negara mengatur perkawinan sebagai lembaga hukum resmi yang menghalalkan hubugnan seks dan mengesahkan keturunan. Penyelewengan/perzinahaan harus dicegah. Anak di luar nikah tidak diakui sebagai anak sah menurut hukum. Menurut agama Islam, guna menunjukkan makna perkawinan, Al Qur’an memakai istilah “mitsaqon gholidan” yang artinya perjanjian yang teguh. Istilah tersebut pertama-tama menunjuk pada perjanjian antara Allah SWT dan para Nabi atau para Rasul. Tetapi dalam Surat An Nisaa’ Ayat 21 menunjuk pada perjanjian nikah. Dengan demikian, Al Qur’an menunjukkan kesuaian hubungan antar asuami dan isteri, mirip dengan kesucian hubungan antara Allah dan manusia yang dipilihnya. Maka perkawinan dipandang sebagai tugas dari Allah, dan anak-anak dilihat sebagai salah satu wujdu berkah Allah bagi suami isteri. Nabi Muhammad menyebut perkawinan sebagai “setengah ibadah”. Perkawinan bukanlah suatu perkara duniawi belaka, karena hukum yang mengaturnya tak hanya berasal dari manusia tetapi juga dari Allah sendiri.

    Perkawinan menurut Islam dipandang sebagai perjanjian timbal balik yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada suami dan isteri. Perkawinan adalah suatu persekutuan hidup demi pengesahan hubungan seksual serta untuk mendapatkan keturunan / anak. Perkawinan yang sembunyi-sembunyi atau kumpul kebo tidak dibenarkan sama sekali. Suami harus menjadi pemimpin atau kepala keluarga yang harus bertanggung jawab atas nafkah isteri dan anak.

    Sementara itu menurut pandangan Katolik, perkawinan antara dua orang yang dibaptis (= yang telah bersatu secara pribadi dengan Kristus), merupakan suatu “sakramen”. Ikatan cinta setia yang mempersatukan mereka berdua mennadi lambang, pertanda dan perwujudan kasih setia Kristus kepada Gereja dan saluran rahmat dan berkat. Rahmat yang mereka terima adalah : rahmat yang mengkuduskan mereka berdua, menyempurnakan cinta dan persatuan antara mereka dan membantu mereka dalam hidup berkeluarga hingga selalu dekat dengan Tuhan.

    Sakramen perkawinan tidak hanya terjadi pada saat berlangsungnya upacara di Gereja, tetapi berlangsung terus selama hidup mereka berdua, dan Tuhan sendiri berkenan hadir di dalam keluarga mereka.

    Mendasarkan pada aspek hakekat dan makna  dari perkawinan, maka tujuan yang layak dikejar oleh suami isteri dalam perkawinan adalah :

    1.      Pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami-isteri
    Kasih yang telah bersemi antara pria dan wanita masih harus terus dikembangkan dan dimurnikan, sehingga sungguh saling membahagiakn. Cinta bukan semata-mata dorongan nafsu, rasa tertarik, rasa simpati atau asmara, melainkan suatu keputusan pribadi untuk bersatu dan rela menyerahkan diri demi kebahagiaan pasangannya. Suami danisteribukan sekdar “bojo” (pasangan) melainkan “jodoh” dan “garwo” (sigaraning nyowo) serta “teman seperjalanan”

    2.      Kelahiran dan pendidikan anak
    Perkawinan adalah satu-satunya lembaga yang sah untuk pemenuhan keinginan mempunyai anak. Suami dan isteri yang normal pasti mempunyai kerinduan akan keturunan. Maka di sebut “batih” (babading getih, artinya membentuk sejarah dengan darah, yaitu membentuk generasi baru dalam keturunan). Namun perlu diingat bahwa anak itu adalah anugerah Tuhan, yang tak boleh dimutlakkan. Bila Tuhan tidak memberi anak, perkawinan tidak kehilangan artinya.

    3.      Pemenuhan kebutuhan seksual
    Pria dan wanita yang dewasa dan normal merasakan kebutuhan seksual. Kebutuhan itu layak dpenuhi melalui hubungan seks antara suami isteri. Ini berarti bahwa persetubuhan diadakan bukan sekedar menuruti hawa nafsu, melainkan dengan kesadaran dan tanggung jawab penuh sehingga kebutuhan itu terpenuhi dalam suasana cinta kasih, dan disertai kerelaan dantanggung jawab untuk menerima hidup baru sebagai hasilperpaduan cinta kasih.

    4.      Lain-lain
    Selain tujuan di atas, perkawinan juga dapat mempunyai maksud / tujuan lain, misalnya kesejahteraan keluarga, jaminan perlindungan dan keamanan, demi ketenangan, nama baik, kerukunan keluarga, jaminan nafkah/ekonomi, sah dan sehatnya keturunan dan sebagainya.

    Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa membangun keluarga itu mudah. Asal keduanya telah sepakat dan disetujui orang tua keduanya, untuk mensahkan pasangan tersebut dan membentuk keluarga baru tidak memerlukan waktu berbulan-bulan. Mungkin satu atau dua hari sajapun cukup. Apalagi sekarang, perkawinan tidak harus mendapat persetujuan orang tua. Buktinya sekarang banyak orang yang kawin lari karena tak mau dijodohkan orang tua. Toh. Mereka banyak yang kemudian kawin secara resmi lewat lembaga agamanya masing-masing. Namun ternyata, untuk memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang didambakan oleh setiap pasangan, tidaklah mudah. Banyak keluarga yang katanya didirikan atas dasar cinta-mencintai, kasih mengasihi dan seterusnya, banyak yang goncang bahkan hancur lebur di dalam perjalanannya walaupun masih terasa singkat, hanya semusim bunga atau hanya seumur jagung.

    Oleh : Sunartiningsih, SE ( PKB Kec. Panjatan, Kulon Progo )
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: MENGENAL DAN MEMAHAMI HAKEKAT PERKAWINAN Rating: 5 Reviewed By: Unknown

    Galeri Aktivitas Saya 2013 - 2015