Sebanyak 70 persen kematian ibu melahirkan memang disebabkan oleh beberapa hal yang sebenarnya bisa dicegah.
Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan perempuan memang menjadi akar permasalahan belum tercapainya penurunan angka kematian ibu (AH) sesuai dengan amanat RPJMN 2010-2014 dan target MDG. Sebagian perempuan masih belum bisa memutuskan untuk bertindak guna mencapai derajat kesehatan yang ideal.
"Problem masih tingginya AKI berakar pada tiga keterlambatan, yakni pengambilan keputusan, mencapai fasilitas rujukan, dan mendapat pertolongan," tandas peneliti bjostatistik dan kesehatan reproduksi dari Departemen Kependudukan dan Bio-statistik Universitas Indonesia (UI), Sabarinah B Prasetyo, dihubungi di Jakarta, Kamis (27/3).
Tiga keterlabatan tersebut, urai Sabarinah, turut dipengaruhi faktor ekonomi-sosial-budaya, akses fasilitas kesehatan, dan kualitas pelayanan. Dalam beberapa kasus, aspek ekonomi-sosial-budaya memengaruhi cukup signifikan terhadap lambatnya pengambilan keputusan perempuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tempo singkat.
Di sejumlah daerah, perempuan dalam mengambil keputusan masih harus mempertimbangkan pesetu-juan suami atau orang tua. "Kurangnya perempuan terhadap akseskeuangan menjadikan proses pengambilan keputusan harus berdasarkan persetujuan suami atau orang tua," ujar Sabarinah yang mendapatkan gelar dokter dari UI.
Nah. persalinan di rumah di beberapa daerah masih menjadi pilihan karena ketersediaan dukun bayi dan anggapan untuk merujuk ke rumah sakit butuh biaya mahal untuk transportasi dan perawatan. "Padahal, risiko untuk bersalin di dukunbayi cukup tinggi mengingat mereka tidak dibekali pengetahuan dan keterampilan kegavvat-daruratan dan kesterilan alat bantu melahirkan diragukan," ujar bidan Nukiana Ikawati.
Bisa Dicegah
Menurut Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), 70 persen kematian ibu melahirkan memang disebabkan beberapa fak-tor yang sebenarnya bisa dicegah. USAID, lewat program peningkatan kesehatan ibu dan anak baru lahir Expanding Maternal and Newborn Survival (Emas).
Program Emas bertujuan menurunkan kematian ibu di Indonesia dengan meningkatkan kualitas dan rujukan untuk mendapatkan pelayanan kegawat-daruratan maternal dan neonatal. Program ini membantu membekali tenaga medis dengan pengetahuan, keterampilan, prosedur, dan praktik yang diperlukan untuk menangani komplikasi kelahiran.
Program ini dilakukan di enam provinsi yang memiliki AKI tertinggi, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. "Dengan ter-distribusinya tenaga kesehatan yang berkualitas itu diharapkan dapat menekan AKI," terang Sabarinah.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementerian Kesehatan proporsi ibu melahirkan yang mendapat pertolongan tenaga kesehatan meningkat dari 79,0 persen pada 2010 menjadi 86,9 persen pada 2013. Sebanyak 76,1 persen persalinan juga telah dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan Poskesdes/ Polindes. Sementara itu, ibu bersalin yang masih melahirkan di rumah sebanyak 23,7 persen.
Sumber
Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan perempuan memang menjadi akar permasalahan belum tercapainya penurunan angka kematian ibu (AH) sesuai dengan amanat RPJMN 2010-2014 dan target MDG. Sebagian perempuan masih belum bisa memutuskan untuk bertindak guna mencapai derajat kesehatan yang ideal.
"Problem masih tingginya AKI berakar pada tiga keterlambatan, yakni pengambilan keputusan, mencapai fasilitas rujukan, dan mendapat pertolongan," tandas peneliti bjostatistik dan kesehatan reproduksi dari Departemen Kependudukan dan Bio-statistik Universitas Indonesia (UI), Sabarinah B Prasetyo, dihubungi di Jakarta, Kamis (27/3).
Tiga keterlabatan tersebut, urai Sabarinah, turut dipengaruhi faktor ekonomi-sosial-budaya, akses fasilitas kesehatan, dan kualitas pelayanan. Dalam beberapa kasus, aspek ekonomi-sosial-budaya memengaruhi cukup signifikan terhadap lambatnya pengambilan keputusan perempuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tempo singkat.
Di sejumlah daerah, perempuan dalam mengambil keputusan masih harus mempertimbangkan pesetu-juan suami atau orang tua. "Kurangnya perempuan terhadap akseskeuangan menjadikan proses pengambilan keputusan harus berdasarkan persetujuan suami atau orang tua," ujar Sabarinah yang mendapatkan gelar dokter dari UI.
Nah. persalinan di rumah di beberapa daerah masih menjadi pilihan karena ketersediaan dukun bayi dan anggapan untuk merujuk ke rumah sakit butuh biaya mahal untuk transportasi dan perawatan. "Padahal, risiko untuk bersalin di dukunbayi cukup tinggi mengingat mereka tidak dibekali pengetahuan dan keterampilan kegavvat-daruratan dan kesterilan alat bantu melahirkan diragukan," ujar bidan Nukiana Ikawati.
Bisa Dicegah
Menurut Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), 70 persen kematian ibu melahirkan memang disebabkan beberapa fak-tor yang sebenarnya bisa dicegah. USAID, lewat program peningkatan kesehatan ibu dan anak baru lahir Expanding Maternal and Newborn Survival (Emas).
Program Emas bertujuan menurunkan kematian ibu di Indonesia dengan meningkatkan kualitas dan rujukan untuk mendapatkan pelayanan kegawat-daruratan maternal dan neonatal. Program ini membantu membekali tenaga medis dengan pengetahuan, keterampilan, prosedur, dan praktik yang diperlukan untuk menangani komplikasi kelahiran.
Program ini dilakukan di enam provinsi yang memiliki AKI tertinggi, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. "Dengan ter-distribusinya tenaga kesehatan yang berkualitas itu diharapkan dapat menekan AKI," terang Sabarinah.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementerian Kesehatan proporsi ibu melahirkan yang mendapat pertolongan tenaga kesehatan meningkat dari 79,0 persen pada 2010 menjadi 86,9 persen pada 2013. Sebanyak 76,1 persen persalinan juga telah dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan Poskesdes/ Polindes. Sementara itu, ibu bersalin yang masih melahirkan di rumah sebanyak 23,7 persen.
Sumber
0 comments:
Post a Comment