CATATAN HABRIAH, Jakarta - Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengkritisi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas tidak dikabulkannya putusan menaikkan batas usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 18 tahun yang dibacakan dalam sidang pada Kamis (18/6) siang di Gedung MK.
“Keputusan ini bertentangan dengan hari nurani kami. Artinya, MK bukan saja tidak peduli akan kesehatan dan perkembangan anak, tapi juga menjerumuskan masa depan anak perempuan Indonesia,” ujar Wakil Ketua PKBI Atashendartini Habsjah dalam surat elektroniknya, Kamis (18/6).
Keputusan ini, menurut dia, juga mengandaskan mimpi anak Indonesia untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Juga berarti perjuangan mewujudkan Indonesia yang bebas perkawinan anak masih sangat panjang dan terjal. Negara tidak mengakomodir perlindungan hak hak anak untuk tumbuh, berkembang, dan berkarya.
Ketua Pengurus Nasional PKBI Sarsanto W Sarwono mengatakan ditolaknya kenaikan usia pernikahan menjadi 18 tahun juga berarti negara gagal memenuhi wajib belajar 12 tahun, seperti yang dijanjikan.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan angka kematian ibu di Indonesia meningkat dari lima tahun sebelumnya, dari 228 orang per 100.000 persalinan menjadi 359 orang per 100.000. Terjadi peningkatan hampir 200% dari 9000 orang kematian ibu menjadi hampir 18.000 orang.
“Dengan tidak dikabulkannya menaikkan batas usia perkawinan dari 16 menjadi 18 tahun berarti angka kematian ibu berpotensi meningkat, angka anak yang putus sekolah juga semakin tinggi. Yang menyedihkan, negara juga berperan melegalkan praktik pedofilia,” tutur Sarsanto.
Sebelumnya PKBI menjadi pihak terkait dalam perkara nomor 30/PUU-XII/2014 untuk judicial review pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang batas usia minimum 16 tahun bagi perempuan dalam UU perkawinan yang diajukan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP). (beritasatu)
0 comments:
Post a Comment