Pelayanan Keluarga Berencana (KB) perlu ada reformasi guna meningkatkan pengunaan alat kontrasepsi. Pendekatan komunikasi kepada kaum perempuan sangatlah penting dalam pengambilan keputusan untuk penggunaan KB.
Deputi Bidang Advokasi Pergerakan Reformasi (Adpin) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Abidinsyah Siregar mengatakan, program KB dan keluarga perlu dilakukan tindakan korektif dan perencanaan jangka pendek dan panjang.
Saat ini kurangnya informasi, akses, dan biaya serta metode menjadi penghambat untuk para wanita untuk mendapatkan kontrasepsi. Dari data yang dimiliki kebutuhan perempuan dalam penggunaan KB pada 2012 sebesar 11,4 persen, sedangkan target pada 2014 sebesar lima persen.
Karenanya, minat yang sudah dimiliki para perempuan terkendala jarak yang sulit ditempuh. “Banyak masyarakat yang katakan sebentar atau nanti. Namun setelah dia mau mendapatkan pelayanan tempat tidak terjangkau, untuk itu bagaimana agar SDM di lapangan dapat menjangkau itu,” kata Abidinsyah, saat ditemui dalam worskhop communication strategic di Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Keperwakilan daerah dalam hal ini sangat diperlukan, guna menggerakan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk menjangkau para perempuan yang ingin menggunakan KB. Dalam hal ini PLKB dapat dilakukan baik oleh masyarakat sendiri maupun staf yang berada di kantor pemerintahan.
Tingginya pengetahuan KB di masyarakat mencapai 98 persen. Namun jumlah ini tidak sebanding dengan pemggunaan kontrasepsi yang hanya 57,9 persem menggunakan kontrasepsi moderen.
Sebelumnya, BKKBN menerima rapot merah dalam beberapa indikantor. Pencapaian Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) seharusnya target yang harus dicapai pada 2014, 1,1 persen.
Tetapi jumlah ini naik mencapai 1,49 persen. Kelahiran Total Fertility Rite (TFR) stagnan dari 2007-2012 sebesar 2,6 jumlah anak per wanita. Seharusnya pada 2014 mencapai 2,1.
Sedangkan prevalensi pemakaian kontrasepsi moderen 57,9 persen pada 2012. Jumlah ini hanya naik 0,4 persen padahal ditargetkan 6,4 persen pada 2014. Dan kenaikan yang sangat signifikan ialah, angka kelahiran kelompok umur 15-19 tahun sebelumnya 48 per 1.000 kelahiran dan padahal ditargetkan pada 2014 sebesar 30 per 1.000 angka kelahiran.
“Karenanya angka kematian ibu saat ini mencapai 359 per 1.000 kelahiran hidup. Padahal ditargetkan 102 per 1.000 angka kelahiran hidup. Padahal ini target MDGs 2015,” ucapnya.
0 comments:
Post a Comment