TANTANGAN bidang kependudukan di Indonesia ke depannya diakui bakal semakin berat. Pasalnya, jumlah kelahiran sebanyak 4 juta per tahun diprediksi bakal terus berlangsung selama 10 tahun ke depan. Tingkat kelahiran yang tinggi ini bakal menambah jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sudah mencapai lebih dari 250 juta jiwa.
Semakin beratnya penanganan bidang kependudukan di Indonesia itu disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal pada delegasi dari 179 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di gedung utama ECOSOC PBB, New York, pada pekan lalu. Kehadiran para delegasi itu untuk melakukan penilaian terhadap status dari pelaksanaan pro-gram aksi Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) 1994, dari setiap negara.
"Masalah kelahiran itu diperberat dengan perkawinan dini, urbanisasi dan migrasi," ujar Fasli Jalal via rilis yang diterima kemarin.
Kepada ratusan delegasi asing, Fasli mengatakan program keluarga berencana (KB) sejatinya sempat berhasil di awal pelaksanaan. Program itu berhasil menurunkan angka total kelahiran (total fertility rate - TFR) dari 5,6 anak di 1970-an menjadi 2,6 di akhir 1990-an. Intervensi kesehatan ibu hamil berhasil menurunkan angka kematian ibu dari 390 per 100 ribu kelahiran di 1990-an menjadi 228 di 2000-an. Sayangnya dalam kurun 10 tahun terakhir, indikasi KB seperti TFR dan angka prevalensi kontrasepsi mengalami stagnasi. Selain itu.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyatakan angka kematian ibu meningkat menjadi 359.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Sudibyo Alimoeso yang turut mendampingi Fasli pada acara tersebut mengatakan, Indonesia menyarankan pada PBB soal pentingnya investasi kependudukan bagi kesejahteraan penduduk secara global.
"Pada hari ini penduduk dunia sudah berjumlah 7,2 miliar dan kita butuh setiap negara meningkatkan usaha pengendalian penduduk," kata Sudibyo.
Menurutnya, KB akan tetap menjadi salah satu alat untuk menstabilkan pertumbuhan penduduk, terutama di negara-negara berkembang.
sumber
Semakin beratnya penanganan bidang kependudukan di Indonesia itu disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal pada delegasi dari 179 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di gedung utama ECOSOC PBB, New York, pada pekan lalu. Kehadiran para delegasi itu untuk melakukan penilaian terhadap status dari pelaksanaan pro-gram aksi Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) 1994, dari setiap negara.
"Masalah kelahiran itu diperberat dengan perkawinan dini, urbanisasi dan migrasi," ujar Fasli Jalal via rilis yang diterima kemarin.
Kepada ratusan delegasi asing, Fasli mengatakan program keluarga berencana (KB) sejatinya sempat berhasil di awal pelaksanaan. Program itu berhasil menurunkan angka total kelahiran (total fertility rate - TFR) dari 5,6 anak di 1970-an menjadi 2,6 di akhir 1990-an. Intervensi kesehatan ibu hamil berhasil menurunkan angka kematian ibu dari 390 per 100 ribu kelahiran di 1990-an menjadi 228 di 2000-an. Sayangnya dalam kurun 10 tahun terakhir, indikasi KB seperti TFR dan angka prevalensi kontrasepsi mengalami stagnasi. Selain itu.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyatakan angka kematian ibu meningkat menjadi 359.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Sudibyo Alimoeso yang turut mendampingi Fasli pada acara tersebut mengatakan, Indonesia menyarankan pada PBB soal pentingnya investasi kependudukan bagi kesejahteraan penduduk secara global.
"Pada hari ini penduduk dunia sudah berjumlah 7,2 miliar dan kita butuh setiap negara meningkatkan usaha pengendalian penduduk," kata Sudibyo.
Menurutnya, KB akan tetap menjadi salah satu alat untuk menstabilkan pertumbuhan penduduk, terutama di negara-negara berkembang.
sumber
0 comments:
Post a Comment