Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Prof. dr. Fasli Jalal, Phd, Sp.GK menyatakan bahwa tenaga medis di Indonesia harus berstandar internasional. Ini disampaikannya dalam Seminar Publik sekaligus Peluncuran buku bertajuk "The ASEAN Economic Community: A Work in Progress" yang diselenggarakan Pusat Studi Internasional dan Strategis (CSIS) (18/03).
Menurut Fasli, selain standar kompetensi yang bertaraf internasional, rasio jumlah tenaga medis di Indonesia harus diperbaiki untuk menyambut berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015. "Dalam konteks tenaga kesehatan itu kita lihat dulu kebutuhannya berapa, dan kalau dilihat itu masih bermasalah dalam hal rasionya sehingga harus ditingkatkan," jelas mantan Wamen Dinas kepada wartawan di Jakarta (18/3).
Perlu adanya perhatian terhadap jumlah tenaga medis dan harus merambah ke semua kategori yang ada, seperti dokter umum, dokter spesialis, bidan, perawat dan ahli farmasi.
Berdasarkan data World Health Statistic, WHO 2010, Indonesia masih berada di peringkat terendah untuk rasio dokter 0,2 per 1.000 penduduk setara dengan Kamboja, jauh tertinggal dari rata-rata ASEAN 0,5 dan rata-rata global 1,3.
Sedangkan untuk perawat dan bidan Indonesia hanya berada di peringkat keenam dari 10 negara ASEAN dengan rasio 1,7 per 1.000 penduduk, hanya lebih baik dibandingkan Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar. Rasio tersebut sedikit lebih mendekati rata-rata ASEAN yang mencapai 2,2 dan global 2,8.
Fasli mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ada peningkatan produksi tenaga medis di Indonesia, namun hal tersebut diyakini belum signifikan. Proyeksi yang ada menunjukan bahwa kebutuhan dan prakiraan kelulusan tenaga medis 2014, tujuh dari 13 kategori masih memperlihatkan kekurangan. Ketujuh kategori tersebut adalah dokter spesialis, dokter umum, perawat gigi, asisten apoteker, sanitarian, ahli gizi dan keterapian fisik.
Sedangkan enam kategori yang diproyeksikan ketersediaan serta lulusan memenuhi kebutuhan pada 2014, yakni dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, sekolah kesehatan masyarakat dan keteknisan medis. Pemerintah sepatutnya juga memerhatikan peningkatan kualitas tenaga medis untuk dapat bersaing di tengah penerapan MEA, ujar Fasli.
"Perlu disadari adanya perbedaan kualitas yang cukup besar. Sehingga nantinya jangan sampai seakan-akan memiliki tenaga medis yang banyak, tetapi tidak kompetitif. Ini menyebabkan masyarakat yang mencari kualitas, justru menerima masuknya tenaga medis dari luar karna lebih menjanjikan. Kondisi ini berdampak pada banyak lulusan kita nantinya malah tidak dapat pekerjaan" ujar pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2010-2011 tersebut. (humas bkkbn)
0 comments:
Post a Comment