Optimalisasi Program KB Via Facebook
Donald K. Wright[2], seorang profesor Public Relations (PR) dari Boston University memprediksi, media sosial akan menggeser televisi dari publik Amerika. Mike Elgan (2009), penulis dan editor majalah Windows, seolah mengalami prediksi tersebut. Kata Mike, kondisi itu tengah berlangsung saat ini, khususnya bagi kalangan remaja. Laporan Pew Research Center mengabarkan, 73 persen remaja Amerika sudah menjadi “pelanggan setia” media sosial, angka ini naik 55 persen sejak tahun terakhir (Jackson 2011).
Mike menggambarkan pesawat terbang Amerika (US Airlines) yang mendarat di sungai Hudson dan serangan teroris yang menimpa Mumbai, India. Kedua informasi tersebut dikomunikasikan dengan cepat lewat Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya sebelum tampil di televisi. Cepatnya informasi itu sampai ke muka publik, menunjukkan peran besar media sosial.
Menurut Bill Tance (2008)[3], seorang General Manager (GM) dari Global Research di Hitwise, dunia tengah dikuasai oleh persaingan layanan online. Kata Bill, media sosial telah “menyingkirkan” posisi pornografi. Awalnya, situs amoral itu merupakan situs pertama yang paling favorit dikunjungi. Namun kini, kunjungan terfavorit di dunia maya adalah media sosial.
Masih data dari Pew Research Centers[4], sebesar 67 persen dari total pengguna internet dunia adalah konsumen media sosial. Organisasi riset Amerika ini menyebutkan 5 media sosial yang tengah naik daun saat ini, yaitu Facebook, Twitter, Pinterest, Instagram dan Tumblr.
Bagi beberapa kalangan, seperti ekonomi dan politikus, media sosial dinilai begitu bermanfaat. Media ini disadari betul sebagai “energi alternatif”, guna mengembangkan dunia mereka. Semisal untuk promosi produk, pemasaran model baru, branding strategy, sosialisasi program atau mencari dukungan dengan pemilu dan seterusnya.
Adapun titik persoalan dalam tulisan ini menyoroti seputar intensitas pendidikan Keluarga Berencana (KB) yang belum optimal. Solusi yang ditawarkan, ialah pemanfaatan media sosial khususnya Facebook dalam memaksimalkan program-program KB. Terutama pengembangan model edukasi baru dengan generasi muda.
Facebook: Media Edukasi KB Terkini
Seperti dilaporkan Pew Research Centers[5], dari kelima media sosial yang “booming” saat ini, Facebook sebagai rajanya. Secara persentase, total pengguna FAcebook sebanyak 67 persen. Terpaut jauh dari Twitter di posisi kedua, 16 persen. Adapun Pinterest dan Instagram, masing-masing 15 dan 13 persen pengguna. Sedangkan total pengguna Tumblr sebesar 6 persen saja.
Namun, ada hal penting terkait data ini. Data Desember 2012 mencatat, pengguna media sosial didominasi oleh kaula muda. Usianya berkisar antara 17 hingga 29 tahun. Ini berarti, pengguna media sosial tersebut sejalan dan sejalur dengan salah satu sasaran program edukasi KB, yakni pada usia remaja dan dewasa.
Secara kuantitas, pengguna Facebook kian hari kian bertambah. Media sosial karya Mark Zuckerburg ini, dipakai oleh 1 Miliyar orang lebih. Seperti kata Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandber[6]memperkirakan, bila jumlah keseluruhan penduduk dunia adalah 7 miliyar, ini berarti 1 dari 7 manusia bumi, atau sekitar 14 persennya adalah Facebooker (sebutan bagi pengguna Facebook).
Hingga Maret 2013, Facebook memiliki 665 juta pengguna aktif setiap hari, atau naik 23 persen dibandingkan kuartal empat 2012. Pengguna aktif bulanan Facebook mencapai 1,1 miliar, naik 23 persen. Sementara itu, pengguna Facebook mobile mencapai 751 juta, atau naik 54 persen dibanding kuartal empat 2012.
Selain itu, lima negara yang menempati posisi teratas pengguna Facebook adalah Brazil, India, Indonesia, Meksiko dan Amerika Serikat. Usia rata-rata penggunanya adalah 22 tahun.
Facebooker Indonesia: Analisis Demografi
Data insidefacebook.com[7] per Mei 2010 lalu, merilis Indonesia sebagai raja Facebook se-Asia. Facebooker Indonesia mencapai 22.367.180 jiwa, naik 10,5 persen. Pada bulan berikutnya menjadi 24.722.360 pengguna. Jumlah ini mengalahkan Filipina (13.757.420), Malaysia (6.882.940), India (9.557.600) dan Australia (9.300.240).
Sementara itu, informsi aktual dari sosialbakers.com[8] pada 30 Januari 2013, melansir total Facebooker Indonesia sebesar 48.807.560 kepala. Jumlah ini membawa kepada urutan keempat dunia, sebagai pengguna Facebook terbanyak. Dengan penetrasi populasi online-nya mencapai 205,53 persen. Naik drastis dibandingkan dua tahun lalu. Tepatnya pada 2010, penetrasi Facebooker Indonesia hanya sebesar 10,8 persen.
Data tersebut menunjukkan jumlah pemilik akun di Indonesia sangat tinggi. Menurut Charlie M. Sianipar[9], penggiat internet sekaligus konsultan search engine di Indonesia, Facebooker Indonesia hampir 50 juta pengguna, dengan tingkat pertumbuhannya sebesar 205,53 persen. Dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang juga cukup tinggi, sebesar 20,09 persen (sudah lupa pada KB).
Data ads.facebook.com[10] tahun 2010, mencatat, Facebooker terpadat Indonesia dipegang Jakarta. Facebooker di kota metropolitan ini, tercatat hingga 9 juta lebih. Posisi kedua dan ketiga, ditempati Medan dan Surabaya. Facebooker kedua kota itu mencapai 1,5 juta lebih. Sedangkan kota-kota lainnya, seperti Bandung, Banjarmasin, Denpasar, Pekanbaru, Makasar, Semarang dan Yogyakarta, Facebookernya di bawah satu juta pengguna. Angka ini tentu akan berubah dan naik pada tahun ini.
Menurut Facebook[11], mayoritas pengguna mereka, 60 persen, mengakses situs jejaring sosial itu melalui perangkat mobile seperti tablet atau smartphone. Sejak diluncurkan pada Februari 2004 lalu, di Facebook sudah terkumpul 1,13 triliun “like”, 104,3 miliar koneksi teman, 2019 miliar foto, 17 miliar positng tag lokasi, dan lebih dari 62,6 juta lagu yang dimainkan 22 miliar kali.
Sementara itu, smartphone unggulan Facebooker Indonesia, adalah Blackberry. Jumlahnya mencapai 8,145,140 pengguna. Disusul pengguna Android sebesar 1.920.700 pengguna. Lebih besar ketimbangiPhone yang hanya 318.120 pengguna. Sedangkan Windows Phone di posisi bontot, dengan 40.720 pengguna.
Data statistik di atas menunjukkan besarnya jumlah konsumen Facebooker di Indonesia. Media sosial ini akan menjadi media yang sangat efektif untuk melakukan Social Media Marketing hingga kampanye politik.
Bukti nyata keunggulan media sosial ini terlihat dari relawan untuk Prabowo Subianto, Barack H Obama hingga Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta 2012-2016, menempati kelompok 5 besar di Indonesia dalam pengumpulan jumlah fans[12].
Sementara itu, media ini juga bisa dimanfaatkan sebagai media baru dalam edukasi, promosi dan sosialisasi program KB. Khususnya bagi kaum muda dan usia produktif, sebagai sasaran utama program KB. Dengan model pendidikan trendy, program KB diharapkan mampu sampai dan terintegrasi dengan media sosial semacam Facebook.
Model Edukasi KB via Facebook
Model pendidikan KB semacam ini, bisa masuk dalam kategori e-Learning[13] atau virtual education[14]. Dengan beberapa keunggulan seperti (1) akses 24 jam nonstop, (2) Jangkauan luas, (3) Interaktif dengan target KB dan (4) biaya ringan namun pengarunya besar.
Tidak sedikit peneliti di bidang ilmu-ilmu sosial, yang melakukan studi untuk menguji fenomena ini dan untuk memperjelas alasan di sebalik daya tarik pendidikan lewat situs jaringan sosial seperti (Firpo & Ractham, 2011) dan (JIANG TANG & 2010)[15].
Barangkali model literasi lewat Facebook ini serasa aneh, asing, atau bahkan pesimistis untuk diterapkan. Seperti halnya China yang berpenduduk sebanyak 1.343.239.923 kepala[16], sedikit pesimistis dengan program one child family, program satu anak per keluarga untuk kali pertama. Namun, begitu program ini dijalankan, hasilnya cukup menggembirakan. Paling tidak, mampu menahan dan menekan laju populasi penduduknya.
Hal serupa juga dirasakan oleh India, dengan populasi penduduknya sebesar 1.205.073.612 jiwa[17]. Negara terpadat kedua di dunia ini mencoba menerapkan—sedikitnya—sepuluh program pengendalian populasi penduduk. Program itu di antaranya Late Marriage (penundaan penduduk), Family Planning Facilities (Rencana Fasilitas Keluarga) dan Incentives (pemberian reward atau penghargaan berupa uang dan sejenisnya bagi keluarga yang mampu mengendalikan angka kelahiran dan bersedia dimigrasikan ke daerah yang kurang penduduknya).
Tiga program India dan satu program China tadi nampaknya belum relevan bila diterapkan di Indonesia. Adapun 2 dari 10 program pengendalian penduduk India, bisa diadopsi dan sangat relevan untuk diberlakukan di Indonesia. Pertama, Spread Education Program, yaitu program pengentasan pendidikan, guna memberikan pencerahan dalam literasi—khususnya—tentang KB.
Di India, hampir separuh dari total populasi penduduknya tidak mengenyam pendidikan. Sebanyak 48 persen penduduk India masih miskin pendidikan. Ada semacam kepercayaan yang kuat di negeri “Bawang Bombay” itu, bahwa “anak adalah hadial dari Tuhan dan tidak boleh ditolak”.
Kondisi itu hampir mirip dengan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berada di pedesaan. Hanya istilahnya yang berbeda. Sebagian masyarakat Indonesia percaya, bahwa anak adalah sumber rezeki atau “banyak anak, banyak rezeki”. Kondisi ini menjadi satu faktor penghambat, sulitnya program KB tembus kepada mereka.
Oleh karena itu, seiring dengan langkah India, Indonesia juga sejatinya memaksimalkan pendidikan guna mengubah paradigma kuno dan memberikan pemahaman yang lebih logis. Pendidikan menjadi hal yang sangat esensial. Bila sudah terdidik, orang akan paham dan mudah diarahkan. Terutama dalam penerapan program-program kependudukan, seperti program “keluarga kecil, keluarga bahagia”.
Kedua, Publicity Program (program publisitas). Program publikasi ini merupakan langkah konvensional yang telah banyak dilakukan berbagai negara, demi tercapainya program literasi kependudukan. Perlu diingat, program kependudukan merupakan program nasional, bahkan global. Sehingga program-program KB itu, “wajib” sampai ke telinga seluruh warga Negara, di mana mereka tinggal.
Untuk menjangkau hal itu, China dan India secara periodik memasang program KB lewat surat kabar, majalah, radio maupun televisi. Begitu pula di Indonesia. Namun cara ini dirasa berat dan boros biaya. Selain itu, mobilitas media tersebut sempit dan terbatas. Bandingkan dengan media sosial semacam Facebook. Salah satu keunggulannya ialah tembus ruang dan waktu. Keunggulan inilah yang bisa dioptimalkan. Program KB bisa disampaikan lewat Facebook secara non-stop, dengan tingkat penyebaran yang begitu luas.
Menurut seorang praktisi PR, Grunig, J.E.,[18] sistem komunikasi lewat media sosial akan mampu merubah model komunikasi online asimetris menjadi simetris. Sedangkan model edukasi kependudukan yang bisa dikembangkan, menurut Philips (2009)[19] setidak ada 4 model.
Pertama, press agentry or publicity models (media pers dan publisitas), yaitu model publikasi berita secara vertikal. Model ini layaknya sebuah media pers yang mencari, mengolah dan mempublikasikan informasi kepada publik. Dalam hal ini, publikasi yang disajikan tentu saja menyangkut nilai-nilai edukasi KB. Misalkan, pendidikan KB berbentuk poster, animasi, ataupun jenis lainnya, yang bisa disisipkan lewat Facebook.
Kedua, public-information models (informasi publik), yaitu membuka ruang informasi publik secara horizontal. Model ini, selain publikasi informasi, juga memposisikan publik sebagai sumber informasi di wilayah mereka tinggal. Seperti halnya konsep citizen journalism. Model ini akan memberi kemudahan dalam mendapatkan informasi kependudukan. Terutama isu-isu yang mencuat di tengah masyarakat.
Ketiga, two-way asymetrical models, yaitu model kemunikasi dua arah asimetris. Philips menggambarkan model ini melalui website. Dalam web terdadat kolom komentar, tujuannya sebagai wadah komunikasi bagi publik. Sayangnya, komunikasinya hanya berjalan asimetris, meski dua arah.
Keempat, two-say symmetrical models (lihat Grunig & Grunig, 1992), yaitu model komunikasi dua arah asimetris. Model inilah yang perlu dikembangkan. Kata Philips, pengembangan layanan online media berbasis web, bisa diintegrasikan dengan media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Media sosial inilah yang nantinya akan membuka komunikasi dua arah asimetris menjadi komunikasi dua arah simetris. Artinya, menciptakan ruang komunikasi multi-arah dan lebih interaktif.
Adapun penyusunan model edukasi via Facebook ini, menurut Terri L. Towner dan Caroline L. Munoz[20]dalam papernya “Opening Facebook: How to Use Facebook in the College Classroom” menyebutkan sedikitnya ada 3 langkah.
Pertama, profile page. Yakni membuat akun dan profil khusus, layanan KB dengan mengundang para liker(sebutan bagi anggota fanpage). Seorang instruktur KB bisa membuat fanpage resmi media Konsultasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
Keunggulan model ini, adanya kemudahan menganalisis para liker secara demografis. Seperti usia, daerah, interaksi, dan perkembangannya secara statistik. Hal ini bisa dilihat pada menu khusus bernama “Insight Facebook” pada akun admin. Adapun trik untuk mengundang para liker bisa melibatkan selebritis yang tengah naik daun. Ataupun selebritis favorit, sebagai eye catching bergahungnya target KB para fanpage.
Kedua, creating a group page. Yaitu membuat group atau kelompok khusus layanan KB di Facebook. Keunggulannya bisa dengan mudah mengajak orang untuk langsung bergabung di group. Cara ini bisa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan informasi KB seluas-luasnya.
Ketiga, integration of Facebook application. Yakni membuat aplikasi KB yang bisa terintegrasi dengan Facebook. Aplikasi ini bisa dikembangkan dengan teknologi berbasis web, seperti website, blogger dan sebagainya.
Lewat group ataupun fanpage, semua pengunjung bisa berbagi informasi, chatting, konsultasi, maupun membuat kelompok diskusi yang interaktif seputar KB. Di sinilah peluang besar melakukan pendidikan berkala dan intens, bagi sasaran KB.
Mengingat target edukasinya adalah kaula muda, maka nama akunnya disesuaikan dengan gaya mereka. Misalkan “Sahabat Muda KB Indonesia” atau nama gaul lainnya yang berkesan supel. Adapun group dan fanpage, bisa dipromosikan lewat undangan teman, kirim e-mail, group/fanpage lain, media sosial lain, atau ajang lomba semacam kuis berhadiah dan sejenisnya. Adapun pengembangan model edukasi ini bisa bersinergi dengan sekolah-sekolah maupun lembaga konsultasi kesehatan, seperti klinik, rumah sakit, PIKR-PIKMA, BKKBN, dan seterusnya.
Kini saatnya, literasi KB bagi masyarakat, terintegrasi dengan kemajuan teknologi semacam Facebook. Model ini memiliki banyak keuntungan. Selain fleksibelitas waktu dan ringannya biaya operasional, juga akan memberdayakan potensi tutor sebaya. Sehingga pendidikan KB bagi masyarakat akan cepat sampai, dengan jangkauan luas dan tersebar secara sistematik.
[1] Merriam-Webster dalam Wikipedia. Edutainment (Education and entertainment) ialah konsep pendidikan yang disisipi hiburan.
[2] Donald Wright and Michelle Hinson. An Analysis of the Increasing Impact of Social and Other New Media on Public Relation. International Public Relations Research Conference, March 14, 2009, Miami, Florida.
[3] Ibid.
[4] Pew Internet and American Life Project, (2013). Akses: www.pewinternet.org
[5] Ibid.
[6] Berita vivanews.com, Kamis, 2 Mei 2013, diakses pada 15 Juni 2013.
[7] Insidefacebook.com, diakses pada 1 Juni 2013
[8] Socialbakers.com, diakses 1 Juni 2013.
[9] www.charliesianipar.com/statistik_pengguna_facebook_di Indonesia.html, diakses pada 1 Juni 2013.
[10] ads.facebook.com, diakses pada 1 Juni 2013.
[11] Insidefacebook.com, diakses pada 1 Juni 2013.
[12] www.charliesianipar.com/statistik_pengguna_facebook_di Indonesia.html, diakses pada 1 Juni 2013.
[13],14 pendidikan berbasis sistem elektronik dan virtual yang terhubung internet. Misalkan, via email, media sosial, website, dll.
[15] Ashraf Jalal YZ dalam World of Computer Science and Information Technology Journal (WCSIT). Vol. 2, No. 1, 18, 2012 (PDF).
[16], 17 Pew Internet and American Life Project, (2013). Akses: www.pewinternet.org
[18] Grunig, J.E. (2009). Paradigms of global public relations in an age of digitalisation. Prism 6(2):http://praxis.massey.ac.nz/prism_on-line_journ.html.
[19] ibid
[20] Terri L. Towner dan Caroline L. Monez. Opening Facebook: How to Use Facebook in the Collage Classroom. 2009.
Penulis : Totoh Tohari (Pemenang Lomba Penulisan Kreatif BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat 2013)
Sip ...
ReplyDelete