728x90 AdSpace

  • Info Terbaru

    Saturday, 18 April 2015

    PELAYANAN KB


    Program Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana  merupakan upaya pokok dalam pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan keluarga sebagai bagian integral pembangunan nasional, sehingga perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan pelaksanaannya; untuk melaksanakan ketentuan.

    Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, BKKBN bertugas : melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana dengan fungsi : 
    1) perumusan kebijakan nasional, Pemaduan dan sinkronisasi kebijakan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 
    2) penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 
    3) pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 
    4) penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 
    5) Penetapan perkiraan pengendalian penduduk secara nasional, 
    6) Penyusunan desain program pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 
    7) Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB), 
    8) Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan PUS nasional, 
    9) Pengelolaan dan pengendalian sistem informasi keluarga, 
    10) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pengendalian pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB, 
    11) Pengembangan desain program pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, 
    12) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pembangunan keluarga melalui ketahanan dan kesejahteraan keluarga, 
    13) Standardisasi pelayanan KB dan sertifikasi tenaga penyuluh KB/ petugas lapangan KB (PKB/PLKB), 
    14) penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana; dan 
    15) pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana. 

    Selain fungsi diatas, BKKBN juga menyelenggarakan fungsi: 
    1) penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, 
    2) pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN, 
    3) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN, 
    4) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BKKBN, dan 
    5) penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana.

    Prinsip otonomi daerah dalam penyelenggaraan urusan pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana  adalah merupakan langkah konkrit untuk mengatasi rentang kendali manajemen pelayanan program KB antara pemerintah dengan pemerintah daerah khususnya di Kabupaten dan Kota. Hal ini tentunya dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan pengendalian penduduk dan KB kepada masyarakat, yang diindikasikan dengan adanya keberpihakan ketersediaan infrastruktur instrumen regulasi yang mendukung penyelenggaraan program, penempatan personil Tenaga Penyuluh dan Pelayanan KB, rancang bangun program yang tertuang dalam Arah Kebijakan Umum Daerah, RPJMD dan Renstrada yang tergambar dalam RKA SKPD-KB. Jika seluruh hal tersebut dapat disinkronkan secara harmonis, maka dapat dipastikan bahwa penyelenggaraan program akan semakin baik. Kemudian beberapa isu strategis dan permasalahan pengendalian kuantitas penduduk, yang harus mendapat perhatian khusus adalah sebagai berikut:
    1. Penguatan Advokasi dan KIE tentang Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB) yang pelaksanaannya masih dihadapkan dengan beberapa permasalahan antara lain: (1) masih lemahnya komitmen dan dukungan stakeholders terhadap program PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB, yaitu terkait kelembagaan, kebijakan, perencanaan dan penganggaran; (2) masih tingginya jumlah anak yang diinginkan dari setiap keluarga, yaitu sekitar 2,7-2,8 anak atau di atas angka kelahiran total sebesar 2,6 (SDKI 2012), angka ini tidak mengalami penurunan dari tahun 2002 (TFR 2,6; SDKI 2002-2003); (3) pelaksanaan advokasi dan KIE belum efektif, yang ditandai dengan pengetahuan tentang KB dan alat kontrasepsi begitu tinggi (98% dari pasangan usia subur/PUS), namun tidak diikuti dengan perilaku untuk menjadi peserta KB (57,9% SDKI 2012). Disamping itu, pengetahuan masyarakat tentang isu kependudukan juga masih rendah yaitu sebesar 34,2 persen (Data BKKBN 2013); (4) masih terjadinya kesenjangan dalam memperoleh informasi tentang program PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB, baik antar provinsi, antara wilayah perdesaan-perkotaan maupun antar tingkat pendidikan dan pengeluaran keluarga; (5) pelaksanaan advokasi dan KIE mengenai keluarga berencana yang belum responsif gender, yang tergambar dengan masih dominannya peran suami dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB; (6) muatan dan pesan dalam advokasi dan KIE belum dipahami secara optimal; dan (7) peran bidan dan tenaga lapangan KB dalam konseling KB belum optimal. Berdasarkan data SDKI 2012, hanya sebesar 5,2 persen wanita kawin yang dikunjungi petugas lapangan KB dan berdiskusi tentang KB, sedangkan 88,2 persen wanita kawin tidak berdiskusi tentang KB dengan petugas KB atau provider.
    2. Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan KB yang Merata untuk dapat mengatasi permasalahan pelayanan KB, antara lain: (1) Angka pemakaian kontrasepsi cara modern tidak meningkat secara signifikan, yaitu dari sebesar 56,7 persen pada tahun 2002 menjadi sebesar 57,4 persen pada tahun 2007, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi sebesar 57,9 persen; (2) Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi, yaitu sebesar 8,5 persen atau 11,4 persen apabila dengan menggunakan metode formulasi baru; (3) Masih terdapat kesenjangan dalam kesertaan ber-KB (contraceptive prevalence rate/CPR) dan kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmet need), baik antar provinsi, antar wilayah, maupun antar tingkat pendidikan, dan antar tingkat pengeluaran keluarga (4) Tingkat putus pakai penggunaan kontrasepsi (drop out) yang masih tinggi, yaitu 27,1 persen; (5) Penggunaan alat dan obat metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP) terus meningkat dari 46,5 persen menjadi 47,3 persen (SDKI 2007 dan2012), sementara  metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) cenderung menurun, dari 10,9 persen menjadi 10,6 persen (atau 18,3% dengan pembagi CPR modern); (6) rendahnya kesertaan KB Pria, yaitu sebesar 2,0% (SDKI 2007 dan 2012); (7) kualitas pelayanan KB (supply side) belum sesuai standar, yaitu yang berkaitan dengan ketersediaan dan persebaran fasilitas kesehatan/klinik pelayanan KB, ketersediaan dan persebaran tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB, kemampuan bidan dan dokter dalam memberikan penjelasan tentang pilihan metode KB secara komprehensif termasuk mengenai efek samping alokon dan penanganannya, serta komplikasi dan kegagalan. Selanjutnya yang berkenaan dengan ketersediaan dan distribusi alokon di faskes/klinik pelayanan KB (supply chains); (8) Jaminan pelayanan KB belum seluruhnya terpetakan pada fasilitas pelayanan KB, terutama dalam rangka pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan.
    3. Peningkatan Pemahaman dan Kesadaran Remaja mengenai Kesehatan Reproduksi dan Penyiapan Kehidupan Berkeluarga merupakan hal sangat penting dalam upaya mengendalikan jumlah kelahiran dan menurunkan resiko kematian Ibu melahirkan. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja antara lain: (1) Angka kelahiran pada perempuan remaja usia 15-19 tahun masih tinggi, yaitu 48 per 1.000 kelahiran (SDKI 2012), dan remaja perempuan 15-19 tahun yang telah menjadi ibu dan atau sedang hamil anak pertama meningkat dari sebesar 8,5 persen menjadi sebesar 9,5 persen; (2) Masih banyaknya perkawinan usia muda, yang antara lain ditandai dengan median usia kawin pertama perempuan yang rendah yaitu 20,1 tahun (usia ideal pernikahan menurut kesehatan reproduksi adalah 21 tahun perempuan dan 25 tahun pria); (3) terdapat kesenjangan dalam pembinaan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang tergambar pada tingkat kelahiran remaja (angka kelahiran remaja kelompok usia 15-19 tahun); (4) Tingginya perilaku seks pra nikah di sebagian kalangan remaja yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan masih tinggi; (5) Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih rendah; dan (6) Cakupan dan peran pusat informasi dan konseling remaja (PIK Remaja) belum optimal.
    4. Pembangunan keluarga, yang dilakukan melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang ditandai dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran fungsi keluarga. Dalam rangka pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang meliputi juga pembinaan kelestarian kesertaan ber-KB masih dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain: (1) Masih tingginya jumlah keluarga miskin, yaitu sebesar 43,4 persen dari sebanyak 64,7 juta keluarga indonesia (keluarga pra sejahtera/KPS sebesar 20,3% dan keluarga sejahtera I/KS-1 sebesar 23,1%) (Pendataan Keluarga, BKKBN 2012); (2) Pengetahuan orang tua mengenai cara pengasuhan anak yang baik dan tumbuh kembang anak masih rendah; (3) Partisipasi, pemahaman dan kesadaran keluarga/orang tua yang memiliki remaja dalam kelompok kegiatan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga masih rendah; (4) Kualitas hidup lansia dan kemampuan keluarga dalam merawat lansia masih belum optimal; (5) Terbatasnya akses keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan konseling ketahanan dan kesejahteraan keluarga; (6) Pelaksanaan program ketahanan dan kesejahteraan keluarga akan peran dan fungsi kelompok kegiatan belum optimal dalam mendukung pembinaan kelestarian kesertaan ber-KB. Disamping itu juga kelompok kegiatan/Poktan (BKB/BKR/BKL/UPPKS) belum optimal dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat akan pentingnya ber-KB (pelestarian PA); dan (7) Terbatasnya materi program PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB dalam kelompok kegiatan, serta terbatasnya jumlah dan kualitas kader/tenaga kelompok kegiatan.
    5. Penguatan landasan hukum dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pembangunan bidang KKB. Penguatan landasan hukum dan penyerasian kebijakan pembangunan bidang KKB memiliki beberapa permasalahan antara lain: (1) Landasan hukum dan penyerasian kebijakan pembangunan bidang KKB belum memadai, yaitu masih terdapat beberapa peraturan pemerintah dari UU no. 52 tahun 2009 yang belum disusun dan ditetapkan, dan masih banyaknya kebijakan pembangunan sektor lainnya yang tidak sinergi dengan pembangunan bidang KKB; (2) Komitmen dan dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan pembangunan bidang KKB masih rendah, yaitu kurangnya pemahaman tentang program PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB, dan belum semua kebijakan perencanaan dan penganggaran yang terkait dengan bidang KKB dimasukan dalam perencanaan daerah, serta peraturan perundangan yang belum sinergis dalam penguatan kelembagaan pembangunan bidang KKB; dan (3) Koordinasi pembangunan bidang KKB dengan program pembangunan lainnya masih lemah (antara lain; dengan program bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan/PKH, Jamkesmas/ Jamkesda, Jampersal, PNPM, dan SJSN Kesehatan), dan penanganan kebijakan pembangunan bidang KKB selama ini masih bersifat parsial.
    6. Penguatan Data dan Informasi Kependudukan, KB dan KS. Terdapat beberapa sumber data pembangunan kependudukan, KB dan KS, diantaranya data kependudukan dan keluarga mencatat registrasi penduduk dan keluarga serta registrasi vital; sensus penduduk dan beberapa survei terkait bidang kependudukan dan KB; serta Data sektoral pembangunan kependudukan dan KB termasuk data-data kajian dan evaluasi pembangunan Kependudukan dan KB. Termasuk Data Sektoral, yang juga memegang peranan penting dalam penyusunan rencana, serta pelaksanaan dan evaluasi pembangunan bidang Kependudukan dan KB. Namun, data sektoral yang antara lain diperoleh melalui statistik rutin pendataan kependudukan, KB, dan keluarga belum dapat digunakan secara optimal dalam pengawasan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi program PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB, dikarenakan sistem pengolahan data masih kurang berkualitas.
    Kesimpulan  kegiatan Pelayanan KB meliputi : 
    1) Melakukan analisis kemampuan, kondisi dan potensi wilayah; ( dilakukan oleh staf terkait ) tujuannya untuk mendeteksi secara tepat wilayah pencapaian rendah, pencapaian sedang dan pencapaian tinggi berserta jenis kontrasepsi yang digunakan. 
    2) Melakukan pertemuan persiapan pelayanan KB bersama stake holder pemerintah, swasta,LSOM;( Ka SKPD-KB) untuk mendapatkan kesepakatan dan dukungan operasioanal dari berbagai pihak terkait . 
    3) Menyusun rencana sasaran kegiatan pelayanan dan target peserta KB baru ;( Rapat tim bersama PKB /PLKB) , secara fakta PLKB/PKB adalah yang lebih memahami kondisi wilayah kerjanya sehingga akan lebih efisien jika penetapan sasaran bersama PKB/PLKB. Pertemuan ini juga dapat dilaksanakan menyatu dengan kegiatan (4).
    4) Menyusun rencana kegiatan KIE penggerakan ( Rapat Tim bersama PKB/PLKB ) :
    a)Pembagian tugas TIM berdasarkan analisa sasaran (PUS), data pencapaian KB baru dan aktif
    b) Melakukan pembekalan ke petugas KIE baik melalui orientasi/pelatihan KB;
    c) Menyediakan kebutuhan alat, obat, dan cara kontrasepsi sesuai target yang ditetapkan;(lokasi,jumlah petugas)
    d) menyiapkan tempat pelayanan KB( lokasi, jumlah petugas)
    d) Memberikan pelayanan KIE dan KIP/konseling KB;(lokasi,jumlah petugas)
    e) Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan KB;( sesuai kebutuhan)
    g) Menyediakan tenaga pelayanan KB terstandarisasi;
    h) Monitoring dan evaluasi.

    Selamat mencoba...............
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: PELAYANAN KB Rating: 5 Reviewed By: Unknown

    Galeri Aktivitas Saya 2013 - 2015